Kamis, 20 Oktober 2011

Cerita Sex (U17) ++>> Tetangga ABG Sexi

Saat ini aku masih merasakan sensasi yang terjadi 4 hari lalu di lantai dua rumahku. Umurku sudah 27 tahun, tetapi aku baru saja merasakan hal yang luar biasa dalam untuk pertama kalinya dalam hidup ini. Diawali dengan pertemuan di sebuah toko kelontong di perumahan tempat tinggalku, aku jadi akrab dengan Vita. Dia anak dari guru SMA ku yang sudah meninggal. Umurnya masih 18 tahun. Vita mempunyai body yang sangat wah, dengan wajah mirip salah satu artis indonesia, tinggi badan 165 cm, ukuran dada 36, kulit putih bersih, dan rambut panjang melebihi bahu. Setelah pertemuan di toko kelontong, kami jadi sering berhubungan lewat telpon. Dan jarak rumah kami yang dekat, terpaut dua gang dengan rumahku membuat kami janjian untuk bertemu dirumahku. "Fir, nanti sore aku main ke rumah kamu ya?" katanya di telepon. "Boleh deh, kebetulan bapak dan ibu ada acara arisan keluarga." Aku menyetujui permintaannya. Oh ya, aku tinggal dengan kedua orang tua dan nenekku. Kalau bapak dan ibu pergi, aku harus di rumah menemani nenek. "Teng.. teng!" aku mendengar suara gembok pagar dipukulkan ke pagar. "Sebentar!" sahutku. Ternyata Vita yang datang, wah senang banget ternyata dia tidak main-main. "Sebentar Vit, wah sexy banget non, mau ke mana?" sambil buka kunci pagar aku nyerocos menyapa dia. "Ya mau ke sini Fir. Eh, pakaianku terlalu terbuka ya?" Dia malah nanya. Body yang sexy dibalut tank-top warna biru menonjolkan warna kulitnya yang putih dan tonjolan dadanya yang besar. "He, kamu ngelihat apa kok gak pake bernafas..?" Dia merasa kalau mataku tidak terlepas dari arah dadanya. "Ehm, eh.. gak pa pa. Silahkan masuk Vit." Aku jadi salah tingkah. "Siapa Fir?" Nenekku yang ada di ruang keluarga mengeluarkan suaranya dengan nada bertanya. "Vita Nek, anaknya Bu P yang tinggal di Jl. P itu lho." aku jawab saja sambil menggandeng Vita ke ruang tamu. "Duduk Vit, mau minum apa?" tanyaku sambil berjalan ke dapur. "Apa aja Fir, eh air putih aja deh. Oh ya jangan yang dingin ya, yang biasa saja." jawab dia. "Kalau gitu kamu ambil sendiri aja. Aku mau mandi dulu, lengket nih tadi habis motong rumput di halaman belakang." sambil ngomong aku melirik kembali ke ruang tamu. Dan sempat terlihat sekilas warna putih pahanya saat Vita meluruskan kaki mau berdiri. Ada getaran asyik dan aneh setelah menyaksikan pemandangan indah itu. Segarnya guyuran air saat mandi menjadikan aku teringat dengan paha Vita, dan sedikit demi sedikit kemaluanku mengeras serta menimbulkan perasaan yang enak. "Vita mau nggak ya aku ajak ML?" tanyaku pada diri sendiri. Sambil masih berbalut handuk dari pinggang ke bawah, aku keluar menemui Vita. "Fir, pakai dulu celanamu, gak sopan tuh." Nenekku nyeletuk, waduh jadi malu dan merasa salah tingkah. Tapi aku cuek saja. "Iya Nek." aku jawab sekenanya sambil tetap jalan ke ruang tamu. Di sana Vita sudah menunggu sambil tangannya memegang segelas air putih yang diambilnya dari dispenser. Posisi duduknya menyebabkan sebagian pahanya yang putih terlihat sampai dekat bongkahan pantatnya. Aku menelan ludah, mungkin dia melihat gelagatku ini. Wah pasti deh wajahku kelihatan merah padam. "Fir, ke atas yuk. Aku pingin tahu apa rumahku terlihat dari sini." pintanya. "OK, tapi aku pake celana dulu ya." jawabku. "Gak usah Fir, biar aja." wah dia ternyata dia gak punya pikiran aneh-aneh. "Nek, aku ke atas..!" teriakku minta ijin ke Nenek. "Iya. Fir, telponnya kamu bawa saja kalau-kalau nanti bapakmu telepon." sahut Nenek. "Biar aja di bawah Nek, nanti kalau ada telpon Fir yang turun." sahutku lagi. "Ayo Fir, cepetan. Ntar keburu malam, aku harus belajar Matematika." Vita merajuk sambil tangannya menarik lenganku yang masih membetulkan ikatan handuk. Akibatnya, handukku sedikit terbuka di bagian depan sehingga batang kemaluanku jadi terlihat oleh Vita. "Hi, apa itu Fir. Kok hitam gitu, berambut lagi." celetuknya dengan ekspresi terkejut. "Ini kemaluanku namanya Mr. P" jawabku sekenanya sambil membetulkan handuk. Lalu kami melanjutkan perjalanan menaiki tangga ke lantai dua. Ruang di lantai dua sengaja aku atur tanpa menggunakan kursi, hanya meja rendah dan bundar model Jepang yang ada di tengah karpet tebal berwarna biru. Ada 4 bantal besar dengan cover bermotif oriental dengan warna biru muda yang dipakai sebagai alas duduk. Ada TV 21" dan VCD player di pojok ruang. "Fir, itu apaan? Kok aneh, tadi kan nggak ada?" tanyanya sambil pandangannya mengarah ke bawah perutku. Rupanya dia menyadari kalau dari tadi aku melihat ke arah dadanya, sehingga aku yang keasyikan menikmati pemandangan indah jadi terkejut. "Ehm.. ini tho? Ini Mr. P yang lagi tegang, kamu pingin lihat?" jawabku sambil bertanya. "Nggak deh, malu. Lagian buat apa?" dia malah balik bertanya. "Kesempatan nih." pikirku. "Ya biar kamu tahu bagaimana bentuk kelamin pria pada saat tegang." celetukku. "Gimana ya?" dia berpikir sejenak. Lalu.. "OK deh. Tapi nggak ada efeknya negatifnya kan?" dia mulai terpancing. "Oh ya Vit, biar asyik. Gimana kalau kita nanti gantian ngasih liat punya masing-masing. Dijamin deh, nggak bakalan ada yang dirugikan." aku mulai melancarkan seranganku. Matanya sedikit terbelalak ketika melihat Mr. P ku yang berukuran jumbo dengan diameter 4, 5 cm dan panjang 18 cm. "Waah, gedhe banget ya. Fir, apa setiap pria berukuran segitu?" tanyanya. Matanya masih menelusuri tubuhku mulai dada sampai pangkal pahaku. Nafasnya mulai sedikit cepat. "Asyik nih, dia udah mulai terangsang" dalam hati aku bersorak gembira. "Vit, gantian dong. Sekarang kamu yang buka baju, apa perlu aku bantu bukain baju kamu?" aku menghentikan tatapannya yang mulai bergairah. "Ehm, boleh. Tapi jangan diapa-apain ya, cuman lihat aja ya." Dia berkata sambil mendekatkan tubuhnya ke arahku. Aku tatap terus matanya lalu mulai membuka t-shirt nya ke arah atas. Pada saat t-shirtnya melintas di wajahnya dan kedua tangannya terangkat ke atas (bayangin deh, tubuhnya terbuka banget..), aku berhenti sejenak, sambil mencuri cium dadanya. "Fir.! jangan ah, geli." Dia agak berteriak kaget, tapi tidak ada bagian tubuhnya yang mencoba menghentikan aksiku. Aku merasa ada lampu hijau buat meneruskan aksiku ini. Lalu terlepaslah t-shirt nya dan terlihatlah tubuh bagian atasnya yang terbuka dan hanya berbalut bra dengan model bikini warna putih. Payudaranya terlihat menonjol dan menantangku untuk meremasnya, tapi aku tahan keinginan itu. "Wah, putih banget ya kulitmu. Jadi pingin tahu yang di dalam situ." celetukku sambil menunjuk ke arah payudaranya. "Ya udah, lihat aja." sambil berkata gitu Vita melepas penutup dadanya. Sekarang terpampang dengan jelas dua payudara putih dengan puting agak merah muda. Dekat sekali dengan aku, membuat aku jadi pingin meremas dan mengulumnya. "Sabar Fir, nanti juga dapat." dalam hati aku berkata. "Fir.. ayo lanjutin buka bajunya Vita." pintanya dengan pandangan berbinar nakal. Aku melanjutkan aksiku dengan memegang kedua pahanya dan menggerakkan kedua tanganku ke atas berbarengan. Sehingga roknya tersingkap ke atas sampai perut. Lalu aku raih CD-nya dan menariknya ke bawah dengan tiba-tiba. "Ahh, Fir..!" Vita menjerit kecil karena tubuhnya terhuyung-huyung kebelakang. Lalu tangannya meraih pinggangku dan berpegangan agar tidak jatuh. Dan dengan tidak sengaja ujung Mr. P ku menyentuh bagian atas perutnya. Terasa sedikit geli. Vita terdiam dengan posisi masih memegang pinggangku lalu dia melepaskannya dengan tiba-tiba sambil mundur dan tangannya memegang bagian bawah perutnya yang masih terbungkus rok. "Hi hi, kok Vita nggak ngerasa kamu melepas CD. Pantas aja rasanya agak dingin." Dia tertawa kecil sambil berkata begitu. "Hmm.. uhmm" mulut kami masih berpagutan dengan lidah saling menjilat. Ketika tangannya bergerak ke belakang tubuhnya, lalu terlepaslah pembungkus tubuhnya yang masih tersisa. Sekarang Vita benar-benar telanjang. Dan nafasku terasa berhenti ketika melihat kemaluannya yang punya bulu-bulu halus berbentuk segitiga. Aku menelan ludah dengan agak susah. "Kenapa Fir, heran ya lihat punyaku." tiba-tiba Vita berkata mengagetkan aku yang masih terpesona dengan pemandangan di depanku. "Eh, iya.. Vit, boleh aku pegang Miss V kamu?" aku memohon. "Jangan Fir." Katanya sambil mendekatkan pinggangnya ke pinggangku. Aneh juga, tidak mau tapi malah mendekat. Aku rasakan gesekan lembut antara Mr. P ku dengan rambut Miss V nya. "Hmm.. ahh.. sshh" Vita mendesah lirih sambil memejamkan matanya. "Wah kesempatan nih" pikirku. Lalu aku rengkuh punggungnya dan kupagut lagi bibirnya. Dia membalas dengan penuh nafsu. "Ahh, jangan Fir. Aku takut hamil." rengeknya ketika aku mulai menyentuh Miss V nya. "Santai aja Vit, gak bakalan hamil deh. "Ya udah, Fir.. jangan kasar ya." gumamnya lirih. Aku kecup lagi bibirnya sambil tangan kananku mengelus lembut bibir Miss V, sementara tangan kiri meremas lembut payudaranya bergantian kiri dan kanan. "Hmm.. shh, terus Fir, enak banget. shh" Vita mulai meracau keenakan. Tangannya yang sedari tadi terus memegangi pundakku mulai beraktifitas menjelajahi leher dan dadaku. Sementara itu aku kecup lembut puting sambil tangan kiriku masih mengelus daerah selangkangannya. "Shhtt.. Fir.. ahhss.. terus Fir" Vita semakin keras meracau dan agaknya dia sudah hampir mencapai puncak kenikmatan. "Ahh.." Sambil badannya melenting kebelakang dengan kepala mendongak Vita akhirnya mencapai kenikmatannya yang pertama. "Hmmff..Fir, rasanya enak banget. Kok, kamu gak merasa apa-apa?" Tanyanya sambil memeluk leherku dan menatap mataku. Dengan posisi seperti ini aku bisa melihat jelas kulit wajahnya yang berkeringat, dan dadanya yang masih membusung masih menempel di dadaku. "Vit, kamu santai aja dulu, sambil berkata aku mulai lagi mengecup lehernya dengan lembut, lalu meniupkan nafasku ke dadanya. Hal ini membuat Vita mengerang lagi. "Sst.. Fir.. eh kamu nakal ya. Lalu mulutku mulai merayap turun ke dadanya dan menjilati putingnya bergantian kiri kanan selama lebih kurang lima menit. "Sst.. ahh.. hmm" Vita mulai meracau lagi. Gairahnya mulai muncul. Tangannya kini telah memegang Mr. P ku yang sedari tadi terus mendongakkan kepalanya. Lalu aku rebahkan Vita di atas meja. Aku beringsut mundur dan meraih kedua pahanya, lalu dengan tiba-tiba membenamkan kepalaku diantara kedua ujung pahanya. "Ahh.. Fir geli.. ahh.. sstt.. ohh. Enak Fir" Vita kaget lalu mendesah nikmat. Birahiku semakin menjadi mendengarnya. Mulutku menelusuri setiap inci tubuhnya yang berkulit putih dan lembut. Merayap naik dari Miss V nya sampai leher. Lalu kukecup bibirnya dengan lembut. Tangan kanan Vita mengelus-elus Mr. P ku dengan lembut. "Terserah kamu fir." pelan Vita berkata. Setelah aku bisikkan, "Aku menginginkanmu Vit." Lalu dengan lembut, aku tarik kedua kakinya sehingga menjuntai dari tepi meja, dan kakinya aku renggangkan sedikit tetapi masih menjejak karpet, sehingga Miss V nya yang sudah basah semakin menantangku. Kusentuhkan ujung kepala Mr. P ke Miss V nya, lalu aku gerakkan ke atas dan ke bawah dengan perlahan. Nikmat sekali. "Hmm Fir, cepetan dimasukin, tapi pelan-pelan ya." Vita mulai memohon karena sudah tidak tahan dengan rangsangan yang aku berikan. Aku letakkan ujung Mr. P ku tepat di atas lubang Miss V nya, lalu dengan perlahan aku dorong. Agak susah juga, sering meleset, padahal cairan yang dikeluarkannya lumayan banyak. Aku hentikan usahaku, kudekatkan kepalaku ke Miss V nya lalu aku sedot cairan yang ada. Sekarang Miss V nya sudah agak kering. "Sshh.. Fir.. geli.. ayo dong masukin.. cepet.. hmm" Vita mengerang kegelian. Kucoba lagi memasukkan ujung Mr. P, sekarang berhasil. Lebih kurang 3 centimeter ujung Mr. P yang terbenam. Aku dorong dengan pelan, lalu kutarik lagi dengan pelan. Ku ulang sampai 4 kali. Hal ini membuat kepala Vita menggeleng ke kiri dan ke kanan sambil mendesah nikmat. Lalu dengan tiba-tiba "Bles.." Mr. P ku berhasil menerobos keperawanannya. "Ahh..Fir, sakit" Vita merintih. "Cup.. cup.. ss" aku coba menenangkan Vita, lalu kukecup bibirnya dengan lembut. Mr.P masih terbenam di Miss V, sengaja tidak aku gerakkan pinggulku. Aku ingin merasakan sensasinya. Perlahan Miss V nya mulai berdenyut, dan Vita sudah tersenyum nakal. Lalu kami berpagutan dengan ganasnya. Pinggulku kudorong naik turun dengan pelan, sambil kedua tangan meremas payudaranya. Vita juga aktif mengelus punggungku dengan cepat. Sesekali didorongnya pinggulnya ke atas. Sehingga ujung Mr. P ku terasa menyentuh dinding rahimnya. Aktifitas ini berlangsung lebih kurang 20 menit, sampai ketika Vita menjerit tertahan sambil menggigit pundakku. "Ahh.., Fir.. aku nyampai". Pada saat yang sama kurasakan Mr. P ku seperti diremas-remas dan basah. Remasan yang seperti pijitan lembut menimbulkan rasa nikmat di batang Mr. P. Aku semakin mempercepat gerakan naik turun, lalu.. "Ahhrhh.." aku melenguh panjang menyemprotkan cairan hangat. Kami berciuman mesra dengan Mr. P ku masih di dalam Miss V nya. "Gila Fir, kok masih tegang" Vita kaget karena tahu kalau Mr. P ku masih tetap tegang. Kami berdua tertawa lepas ketika terdengar suara nenekku memanggil. "Fir, sudah hampir malam. Apa nak Vita nggak dicari ibunya?". "Iya Nek, sebentar. Kami masih nonton film." sahutku sambil tersenyum ke arah Vita. Vita membalas senyumku. "Oh indahnya." dalam hati aku bersorak. Setelah merapikan baju dan rambutnya, aku mengantar Vita pulang ke rumahnya. Semenjak itu kami jadian.

By : Rhy Rie kepupu

++>> PemBantu yg Sexi

Hari ini adalah hari pertamaku tinggal di kota Bandung. Karena tugas kantorku, aku terpaksa tinggal di Bandung selama 5 Hari dan weekend di Jakarta. Di kota kembang ini, aku menyewa kamar di rumah temanku. Menurutnya, rumah itu hanya ditinggali oleh Ayahnya yang sudah pikun, seorang perawat, dan seorang pembantu. “Rumah yang asri” gumamku dalam hati. Halaman yang hijau, penuh tanaman dan bunga yang segar dikombinasikan dengan kolam ikan berbentuk oval. Aku mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali sampai pintu dibukakan. Sesosok tubuh semampai berbaju serba putih menyambutku dengan senyum manisnya.
“Pak Rafi ya..”.
“Ya.., saya temannya Mas Anto yang akan menyewa kamar di sini. Lho, kamu kan pernah kerja di tetanggaku?”, jawabku surprise. Perawat ini memang pernah bekerja pada tetanggaku di Bintaro sebagai baby sitter.
“Iya…, saya dulu pengasuhnya Aurelia. Saya keluar dari sana karena ada rencana untuk kimpoi lagi. Saya kan dulu janda pak.., tapi mungkin belum jodo.., ee dianya pergi sama orang lain.., ya sudah, akhirnya Saya kerja di sini..”, Mataku memandangi sekujur tubuhnya.
Tati (nama si perawat itu) secara fisik memang tidak pantas menjadi seorang perawat. Kulitnya putih mulus, wajahnya manis, rambutnya hitam sebahu, buah dadanya sedang menantang, dan kakinya panjang semampai. Kedua matanya yang bundar memandang langsung mataku, seakan ingin mengatakan sesuatu.
Aku tergagap dan berkata, “Ee.., Mbak Tati, Bapak ada?”.
“Bapak sedang tidur. Tapi Mas Anto sudah nitip sama saya. Mari saya antarkan ke kamar..”.
Tati menunjukkan kamar yang sudah disediakan untukku. Kamar yang luas, ber-AC, tempat tidur besar, kamar mandi sendiri, dan sebuah meja kerja. Aku meletakkan koporku di lantai sambil melihat berkeliling, sementara Tati merunduk merapikan sprei ranjangku. Tanpa sengaja aku melirik Tati yang sedang menunduk. Dari balik baju putihnya yang kebetulan berdada rendah, terlihat dua buah dadanya yang ranum bergayut di hadapanku. Ujung buah dada yang berwarna putih itu ditutup oleh BH berwarna pink. Darahku terkesiap. Ahh…, perawat cantik, janda, di rumah yang relatif kosong.Sadar melihat aku terkesima akan keelokan buah dadanya, dengan tersipu-sipu Tati menghalangi pemandangan indah itu dengan tangannya.
“Semuanya sudah beres Pak…, silakan beristirahat..”.
“Ee…, ya.., terima kasih”, jawabku seperti baru saja terlepas dari lamunan panjang.
Sore itu aku berkenalan dengan ayah Anto yang sudah pikun itu. Ia tinggal sendiri di rumah itu setelah ditinggalkan oleh istrinya 5 tahun yang lalu. Selama beramah-tamah dengan sang Bapak, mataku tak lepas memandangi Tati. Sore itu ia menggunakan daster tipis yang dikombinasikan dengan celana kulot yang juga tipis. Buah dadanya nampak semakin menyembul dengan dandanan seperti itu. Di rumah itu ada seorang pembantu berumur sekitar 17 tahun. Mukanya manis, walaupun tidak secantik Tati. Badannya bongsor dan motok. Ani namanya. Ia yang sehari-hari menyediakan makan untukku.
Hari demi hari berlalu. Karena kepiawaianku dalam bergaul, aku sudah sangat akrab dengan orang-orang di rumah itu. Bahkan Ani sudah biasa mengurutku dan Tati sudah berani untuk ngobrol di kamarku. Bagi janda muda itu, aku sudah merupakan tempat mencurahkan isi hatinya. Begitu mudah keakraban itu terjadi hingga kadang-kadang Tati merasa tidak perlu mengetuk pintu sebelum masuk ke kamarku. Sampai suatu malam, ketika itu hujan turun dengan lebatnya. Aku, karena sedang suntuk memasang VCD porno kesukaanku di laptopku. Tengah asyik-asyiknya aku menonton tanpa sadar aku menoleh ke arah pintu, astaga…, Tati tengah berdiri di sana sambil juga ikut menonton. Rupanya aku lupa menutup pintu, dan ia tertarik akan suara-suara erotis yang dikeluarkan oleh film produksi Vivid interactive itu.
Ketika sadar bahwa aku mengetahui kehadirannya, Tati tersipu dan berlari ke luar kamar.
“Mbak Tati..”, panggilku seraya mengejarnya ke luar. Kuraih tangannya dan kutarik kembali ke kamarku.
“Mbak Tati…, mau nonton bareng? Ngga apa-apa kok..”.
“Ah, ngga Pak…, malu aku..”, katanya sambil melengos.
“Lho.., kok malu.., kayak sama siapa saja.., kamu itu.., wong kamu sudah cerita banyak tentang diri kamu dan keluarga.., dari yang jelek sampai yang bagus.., masak masih ngomong malu sama aku?”, Kataku seraya menariknya ke arah ranjangku.
“Yuk kita nonton bareng yuk..”, Aku mendudukkan Tati di ranjangku dan pintu kamarku kukunci.
Dengan santai aku duduk di samping Tati sambil mengeraskan suara laptopku. Adegan-adegan erotis yang diperlihatkan ke 2 bintang porno itu memang menakjubkan. Mereka bergumul dengan buas dan saling menghisap. Aku melirik Tati yang sedari tadi takjub memandangi adegan-adegan panas tersebut. Terlihat ia berkali-kali menelan ludah. Nafasnya mulai memburu, dan buah dadanya terlihat naik turun. Aku memberanikan diri untuk memegang tangannya yang putih mulus itu. Tati tampak sedikit kaget, namun ia membiarkan tanganku membelai telapak tangannya. Terasa benar bahwa telapak tangan Tati basah oleh keringat. Aku membelai-belai tangannya seraya perlahan-lahan mulai mengusap pergelangan tangannya dan terus merayap ke arah ketiaknya. Tati nampak pasrah saja ketika aku memberanikan diri melingkarkan tanganku ke bahunya sambil membelai mesra bahunya. Namun ia belum berani untuk menatap mataku. Sambil memeluk bahunya, tangan kananku kumasukkan ke dalam daster melalui lubang lehernya. Tanganku mulai merasakan montoknya pangkal buah dada Tati. Kubelai-belai seraya sesekali kutekan daging empuk yang menggunung di dada bagian kanannya.
Ketika kulihat tak ada reaksi dari Tati, secepat kilat kusisipkan tangganku ke dalam BH-nya…, kuangkat cup BH-nya dan kugenggam buah dada ranum si janda muda itu.
“Ohh.., Pak…, jangan..”, Bisiknya dengan serak seraya menoleh ke arahku dan mencoba menolak dengan menahan pergelangan tangan kananku dengan tangannya.
“Sshh…, ngga apa-apa Mbak…, ngga apa-apa..”.
“Nanti ketauanhh..”.
“Nggaa…, jangan takut..”, Kataku seraya dengan sigap memegang ujung puting buah dada Tati dengan ibu jari dan telunjukku, lalu kupelintir-pelintir ke kiri dan kanan.
“Ooh.., hh.., Pak.., Ouh.., jj.., jjanganhh.., ouh..”, Tati mulai merintih-rintih sambil memejamkan matanya. Pegangan tangannya mulai mengendor di pergelangan tanganku.
Saat itu juga, kusambar bibirnya yang sedari tadi sudah terbuka karena merintih-rintih.
“Ouhh.., mmff.., cuphh.., mpffhh..”, Dengan nafas tersengal-sengal Tati mulai membalas ciumanku. Kucoba mengulum lidahnya yang mungil, ketika kurasakan ia mulai membalas sedotanku. Bahkan ia kini mencoba menyedot lidahku ke dalam mulutnya seakan ingin menelannya bulat-bulat. Tangannya kini sudah tidak menahan pergelanganku lagi, namun kedua-duanya sudah melingkari leherku. Malahan tangan kanannya digunakannya untuk menekan belakang kepalaku sehingga ciuman kami berdua semakin lengket dan bergairah. Momentum ini tak kusia-siakan. Sementara Tati melingkarkan kedua tangannya di leherku, akupun melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. Aku melepaskan bibirku dari kulumannya, dan aku mulai menciumi leher putih Tati dengan buas. “aahh..Ouhh..” Tati menggelinjang kegelian dan tanganku mulai menyingkap daster di bagian pinggangnya. Kedua tanganku merayap cepat ke arah tali BH-nya dan, “tasss..” terlepaslah BH-nya dan dengan sigap kualihkan kedua tanganku ke dadanya.
Saat itulah lurasakan betapa kencang dan ketatnya kedua buah dada Tati. Kenikmatan meremas-remas dan mempermainkan putingnya itu terasa betul sampai ke ujung sarafku. Penisku yang sedari tadi sudah menegang terasa semakin tegang dan keras. Rintihan-rintihan Tati mulai berubah menjadi jeritan-jeritan kecil terutama saat kuremas buah dadanya dengan keras. Tati sekarang lebih mengambil inisiatif. Dengan nafasnya yang sudah sangat terengah-engah, ia mulai menciumi leher dan mukaku. Ia bahkan mulai berani menjilati dan menggigit daun telingaku ketika tangan kananku mulai merayap ke arah selangkangannya. Dengan cepat aku menyelipkan jari-jariku ke dalam kulotnya melalui perut, langsung ke dalam celana dalamnya. Walaupun kami berdua masih dalam keadaan duduk berpelukan di atas ranjang, posisi paha Tati saat itu sudah dalam keadaan mengangkang seakan memberi jalan bagi jari-jemariku untuk secepatnya mempermainkan kemaluannya.
Hujan semakin deras saja mengguyur kota Bandung. Sesekali terdengar suara guntur bersahutan. Namun cuaca dingin tersebut sama sekali tidak mengurangi gairah kami berdua di saat itu. Gairah seorang lajang yang memiliki libido yang sangat tinggi dan seorang janda muda yang sudah lama sekali tidak menikmati sentuhan lelaki. Tati mengeratkan pelukannya di leherku ketika jemariku menyentuh bulu-bulu lebat di ujung vaginanya. Ia menghentikan ciumannya di kupingku dan terdiam sambil terus memejamkan matanya. Tubuhnya terasa menegang ketika jari tengahku mulai menyentuh vaginanya yang sudah terasa basah dan berlendir itu. Aku mulai mempermainkan vagina itu dan membelainya ke atas dan ke bawah. “Ouuhh Pak.., ouhh.., aahh.., g..g.ggelliiihh…”.
Tati sudah tidak bisa berkata-kata lagi selain merintih penuh nafsu ketika clitorisnya kutemukan dan kupermainkan. Seluruh badan Tati bergetar dan bergelinjang. Ia nampak sudah tak dapat mengendalikan dirinya lagi. Jeritan-jeritannya mulai terdengar keras. Sempat juga aku kawatir dibuatnya. Jangan-jangan seisi rumah mendengar apa yang tengah kami lakukan. Namun kerasnya suara hujan dan geledek di luar rumah menenangkanku. Benda kecil sebesar kacang itu terasa nikmat di ujung jari tengahku ketika aku memutar-mutarnya. Sambil mempermainkan clitorisnya, aku mulai menundukkan kepalaku dan menciumi buah dadanya yang masih tertutupi oleh daster.
Seolah mengerti, Tati menyingkapkan dasternya ke atas, sehingga dengan jelas aku bisa melihat buah dadanya yang ranum, kenyal dan berwarna putih mulus itu bergantung di hadapanku. Karena nafsuku sudah memuncak, dengan buas kusedot dan kuhisap buah dada yang berputing merah jambu itu. Putingnya terasa keras di dalam mulutku menandakan nafsu janda muda itupun sudah sampai di puncak. Tati mulai menjerit-jerit tidak karuan sambil menjambak rambutku. Sejenak kuhentikan hisapanku dan bertanya, “Enak Mbak?”. Sebagai jawabannya, Tati membenamkan kembali kepalaku ke dalam ranumnya buah dadanya. Jari tengahku yang masih mempermainkan clitorisnya kini kuarahkan ke lubang vagina Tati yang sudah menganga karena basah dan posisi pahanya yang mengangkang. Dengan pelan tapi pasti kubenamkan jari tengahku itu ke dalamnya dan, “Auuhh.., P.Paak.., hh”. Tati menjerit dan menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang. “Terrusshh.., auhh..”. Kugerakkan jariku keluar masuk di vaginanya dan Tati menggoyangkan pingggulnya mengikuti irama keluar masuknya jemariku itu.
Aku menghentikan ciumanku di buah dada Tati dan mulai mengecup bibir ranum janda itu. Matanya tak lagi terpejam, tapi memandang sayu ke mataku seakan berharap kenikmatan yang ia rasakan ini jangan pernah berakhir. Tangan kiriku yang masih bebas, membimbing tangan kanan Tati ke balik celana pendekku. Ketika tangannya menyentuh penisku yang sudah sangat keras dan besar itu, terlihat ia agak terbelalak karena belum pernah melihat bentuk yang panjang dan besar seperti itu. Tati meremas penisku dan mulai mengocoknya naik turun naik turun.., kocokan yang nikmat yang membuatku tanpa sadar melenguh, “Ahh.., Mbaak.., enaknya.., terusin..”.
Saat itu kami berdua berada pada puncaknya nafsu. Aku yakin bahwa Mbak Tati sudah ingin secepatnya memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Ia tidak mengatakannya secara langsung, namun dari tingkahnya menarik penisku dan mendekatkannya ke vaginanya sudah merupakan pertanda. Namun, di detik-detik yang paling menggairahkan itu terdegar suara si Bapak tua berteriak, “Tatiii…, Tatiii..”. Kami berdua tersentak. Kukeluarkan jemariku dari vaginanya, Tati melepaskan kocokannya dan ia membenahi pakaian dan rambutnya yang berantakan. Sambil mengancingkan kembali BH-nya ia keluar dari kamarku menuju kamar Bapak tua itu. Sialan!, kepalaku terasa pening. Begitulah penyakitku kalau libidoku tak tersalurkan.
Beberapa saat lamanya aku menanti siapa tahu janda muda itu akan kembali ke kamarku. Tapi nampaknya ia sibuk mengurus orang tua pikun itu, sampai aku tertidur. Entah berapa lama aku terlelap, tiba-tiba aku merasa napasku sesak. Dadaku serasa tertindih suatu beban yang berat. Aku terbangun dan membuka mataku. Aku terbelalak, karena tampak sesosok tubuh putih mulus telanjang bulat menindih tubuhku.
“Mbak Tati?”, Tanyaku tergagap karena masih mengagumi keindahan tubuh mulus yang berada di atas tubuhku. Lekukan pinggulnya terlihat landai, dan perutnya terasa masih kencang. Buah dadanya yang lancip dan montok itu menindih dadaku yang masih terbalut piyama itu. Seketika, rasa kantukku hilang. Mbak Tati tersenyum simpul ketika tangannya memegang celanaku dan merasakan betapa penisku sudah kembali menegang.
“Kita tuntaskan ya Mbak?”, Kataku sambil menyambut kuluman lidahnya. Sambil dalam posisi tertindih aku menanggalkan seluruh baju dan celanaku. Kegairahan yang sempat terputus itu, mendadak kembali lagi dan terasa bahkan lebih menggila. Kami berdua yang sudah dalam keadaan bugil saling meraba, meremas, mencium, merintih dengan keganasan yang luar biasa. Mbak Tati sudah tidak malu-malu lagi menggoyangkan pinggulnya di atas penisku sehingga bergesekan dengan vaginanya.
Tidak lebih dari 5 menit, aku merasakan bahwa nafsu syahwat kami sudah kembali berada dipuncak. Aku tak ingin kehilangan momen lagi. Kubalikkan tubuh Tati, dan kutindih sehingga keempukan buah dadanya terasa benar menempel di dadaku. Perutku menggesek nikmat perutnya yang kencang, dan penisku yang sudah sangat menegang itu bergesekan dengan vaginanya.
“Mbak.., buka kakinya.., sekarang kamu akan merasakan sorganya dunia Mbak..”, bisikku sambil mengangkangkan kedua pahanya. Sambil tersengal-sengal Tati membuka pahanya selebar-lebarnya. Ia tersenyum manis dengan mata sayunya yang penuh harap itu.
“Ayo Pak.., masukkan sekarang…”, Aku menempelkan kepala penisku yang besar itu di mulut vagina Tati. Perlahan-lahan aku memasukkannya ke dalam, semakin dalam, semakin dalam dan, “aa.., Aooohh.., paakh….., aahh..”, rintihnya sambil membelalakkan matanya ketika hampir seluruh penisku kubenamkan ke dalam vaginanya. Setelah itu, “Blesss…”, dengan sentakan yang kuat kubenamkan habis penisku diiringi jeritan erotisnya, “Ahh.., besarnyah.., ennnakk ppaak..”.
Aku mulai memompakan penisku keluar masuk, keluar masuk. Gerakanku makin cepat dan cepat. Semakin cepat gerakanku, semakin keras jeritan Tati terdengar di kamarku. Pinggul janda muda itu pun berputar-putar dengan cepat mengikuti irama pompaanku. Kadang-kadang pinggulnya sampai terangkat-angkat untuk mengimbangi kecepatan naik turunnya pinggulku. Buah dadanya yang terlihat bulat dalam keadaan berbaring itu bergetar dan bergoyang ke sana ke mari. Sungguh menggairahkan!
Tiba-tiba aku merasakan pelukannya semakin mengeras. Terasa kuku-kukunya menancap di punggungku. Otot-ototnya mulai menegang. Nafas perempuan itu juga semakin cepat. Tiba-tiba tubuhnya mengejang, mulutnya terbuka, matanya terpejam,dan alisnya merengut “aahh..”. Tati menjerit panjang seraya menjambak rambutku, dan penisku yang masih bergerak masuk keluar itu terasa disiram oleh suatu cairan hangat. Dari wajahnya yang menyeringai, tampak janda muda itu tengah menghayati orgasmenya yang mungkin sudah lama tidak pernah ia alami itu. Aku tidak mengendurkan goyangan pinggulku, karena aku sedang berada di puncak kenikmatanku.
“Mbak.., goyang terus Mbak.., aku juga mau keluar..”. Tati kembali menggoyang pinggulnya dengan cepat dan beberapa detik kemudian, seluruh tubuhku menegang.
“Keluarkan di dalam saja pak”, bisik Tati, “Aku masih pakai IUD”. Begitu Tati selesai berbisik, aku melenguh.
“Mbak.., aku keluar.., aku keluarr…., aahh..”, dan…, “Crat.., crat.., craat”, kubenamkan penisku dalam-dalam di vagina perempuan itu. Seakan mengerti, Tati mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga puncak kenikmatan ini terasa benar hingga ke tulang sumsumku.
Kami berdua terkulai lemas sambil memejamkan mata. Pikiran kami melayang-layang entah ke mana. Tubuhku masih menindih tubuh montok Tati. Kami berdua masih saling berpelukan dan akupun membayangkan hari-hari penuh kenikmatan yang akan kualami sesudah itu di Bandung.
Sejak kejadian malam itu, kesibukan di kantorku yang luar biasa membuatku sering pulang larut malam. Kepenatanku selalu membuatku langsung tertidur lelap. Kesibukan ini bahkan membuat aku jarang bisa berkomunikasi dengan Tati. Walaupun begitu, sering juga aku mempergunakan waktu makan siangku untuk mampir ke rumah dengan maksud untuk melakukan seks during lunch. Sayang, di waktu tersebut ternyata Ayah Anto senantiasa dalam keadaan bangun sehingga niatku tak pernah kesampaian. Namun suatu hari aku cukup beruntung walaupun orang tua itu tidak tidur. Aku mendapat apa yang kuinginkan.
Ceritanya sebagai berikut: Tati diminta oleh Ayah Anto untuk mengambil sesuatu di kamarnya. Melihat peluang itu, aku diam-diam mengikutinya dari belakang. Kamar ayah Anto memang tidak terlihat dari tempat di mana orang tua itu biasa duduk. Sesampainya di kamar kuraih pinggang semampai perawat itu dari belakang. Tati terkejut dan tertawa kecil ketika sadar siapa yang memeluknya dan tanpa basa-basi langsung menyambut ciumanku dengan bibirnya yang mungil itu sambil dengan buas mengulum lidahku. Ia memang sudah tidak malu-malu lagi seperti awal pertemuan kami. Janda cantik itu sudah menunjukkan karakternya sebagai seorang pecinta sejati yang tanpa malu-malu lagi menunjukkan kebuasan gairahnya. Kadang aku tidak mengerti, kenapa suaminya tega meninggalkannya. Namun analisaku mengatakan, suaminya tak mampu mengimbangi gejolak gairah Tati di atas ranjang dan untuk menutupi rasa malu yang terus menerus terpaksa ia meninggalkan perempuan muda itu untuk hidup bersama dengan perempuan lain yang lebih ‘low profile’. Aku memang belum sempat menanyakan pada Tati bagaimana ia menyalurkan kebutuhan biologisnya di saat menjanda. Aku berpikir, bawa masturbasi adalah jalan satu-satunya.
Kami berdua masih saling berciuman dengan ganas ketika dengan sigap aku menyelipkan tanganku ke balik baju perawatnya yang putih itu. Sungguh terkejut ketika aku sadar bahwa ia sama sekali tidak memakai BH sehingga dengan mudahnya kuremas buah dada kanannya yang ranum itu.
“Kok ngga pakai BH Mbak..?” Sambil menggelinjang dan mendesah, ia menjawab sambil tersenyum nakal.
“Supaya gampang diremas sama kamu..”. Benar-benar jawaban yang menggemaskan!
Kembali kukulum bibir dan lidahnya yang menggairahkan itu sambil dengan cepat kubuka kancing bajunya yang pertama, kedua, dan ketiga. Lalu tanpa membuang waktu kutundukkan kepalaku, dengan tangan kananku kukeluarkan buah dada kanannya dan kuhisap sedemikian rupa sehingga hampir setengahnya masuk ke dalam mulutku. Tati mulai mengerang kegelian, “Ouhh.., geli Mas.., geliii.., ahh..”. Sejak kejadian malam itu, ia memang membiasakan dirinya untuk memanggilku Mas. Sambil menggelinjang dan merintih, tangan kanan Tati mulai mengelus-elus bagian depan celana kantorku.
Penisku yang terletak tepat di baliknya terasa semakin menegang dan menegang. Jari-jari lentik perempuan itu berusaha untuk mencari letak kepala penisku untuk kemudian digosok-gosoknya dari luar celana. Sensasi itu membuat nafasku semakin memburu seperti layaknya nafas kuda yang tengah berlari kencang. Seakan tak mau kalah darinya, tangan kiriku berusaha menyingkap rok janda muda itu dan dengan sigap kugosokkan jari-jemariku di celana dalamnya. Tepat diatas vaginanya, celana dalam Tati terasa sudah basah. Sungguh hebat! Hanya dalam beberapa menit saja, ia sudah sedemikian terangsangnya sehingga vaginanya sudah siap untuk dimasuki oleh penisku.
Tanpa membuang waktu kuturunkan celana dalam tipis yang kali ini berwarna hitam, kudorong tubuh montok perawat itu ke dinding, lalu kuangkat paha kanannya sehingga dengkulnya menempel di pinggangku. Dengan sigap pula kubuka ritsluiting celanaku dan kukeluarkan penisku yang sudah sangat tegang dan besar itu. Tati sudah nampak pasrah. Ia hanya bersender di dinding sambil memejamkan matanya dan memeluk bahuku.
“Tatiii.., mana minyak tawonnya.., kok lama betuul…”. Suara orang tua itu terdengar dengan keras. Sungguh menjengkelkan. Tati sempat terkejut dan nampak panik ketika kemudian aku berbisik, “Tenang Mbak.., jawab aja.., kita selesaikan dulu ini.., kamu mau kan?” Ia mengangguk seraya tersenyum manis.
“Sebentar Pak..”, teriaknya.
“Minyak tawonnya keselip entah ke mana.., ini lagi dicari kok…”. Ia tertawa cekikikan, geli mendengar jawaban spontannya sendiri. Namun tawanya itu langsung berubah menjadi jerikan erotis kecil ketika kupukul-pukulkan kepala penisku ke selangkangannya.
Perlahan-lahan kutempelkan kepala penisku itu di pintu vaginanya. Sambi kuputar-putar kecil kudorong pinggulku perlahan-lahan. Tati ternganga sambil terengah-engah, “aahh.., aahh.., ouhh.., Mas.., besar sekali.., pelan-pelan Mas..pelan-pelanhh..”, dan, “aa…”. Tati menjerit kecil ketika kumasukkan seluruh penisku ke dalam vaginanya yang becek dan terasa sangat sempit dalam posisi berdiri ini. Aku menyodokkan penisku maju mundur dengan gerakan yang percepatannya meningkat dari waktu ke waktu. Tubuh Tati terguncang-guncang, buah dadanya bergayut ke kiri dan kanan dan jeritannya semakin menjadi-jadi.
Aku sudah tak peduli kalau ayah Anton sampai mendengarkan jeritan perempuan itu. Nafsuku sudah naik ke kepala. Janda muda ini memang memiliki daya pikat seks yang luar biasa. Walaupun ia hanya seorang perawat, namun kemulusan dan kemontokan badannya sungguh setara dengan perempuan kota jaman sekarang. Sangat terawat dan nikmat sekali bila digesek-gesekkankan di kulit kita. Gerakan pinggulku semakin cepat dan semakin cepat. Mulutku tak puas-puasnya menciumi dan menghisap puting buah dadanya yang meruncing panjang dan keras itu. Buah dadanya yang kenyal itu hampir seluruhnya dibasahi oleh air liurku. Aku memang sedang nafsu berat. Aku merasakan bahwa sebentar lagi aku akan orgasme dan bersamaan dengan itu juga tubuh Tati menegang.
Kupercepat gerakan pinggulku dan tiba-tiba, “aahh.., Mas.., Masss…, aku keluarrr.., aahh”, Jeritnya. Saat itu juga kusodokkan penisku ke dalam vagina janda muda itu sekeras-kerasnya dan, “Craat.., craatt.., craat”.
“Ahh…, Mbaak”, erangku sambil meringis menikmati puncak orgasme kami yang waktunya jatuh bersamaan itu. Kami berpelukan sesaat dan Tati berbisik dengan suara serak.
“Mas.., aku ngga pernah dipuasin laki-laki seperti kamu muasin saya.., kamu hebat..”. Aku tersenyum simpul.

WebRepOverall rating

By : Rhy rie Kepupu

++>> Dosen Cantik Yang Menggairahkan

Cerita Dewasa ini bermula pada waktu itu aku lagi kuliah di semester VI di salah satu PTS di Bandung. Cerita nya saat itu aku lagi putus dengan pacarku dan memang dia sudah dewasa tapi tidak tahu diri, sudah dicintai malah bertingkah, akhirnya dari cerita cintaku cuma berumur 2 tahun saja. Waktu itu aku tinggal berlima dengan teman satu kuliah juga, kita tinggal serumah atau ngontrak satu rumah untuk berlima. Kebetulan di rumah itu hanya aku yang laki-laki. Mulanya aku bilang sama kakak perempuanku, “Sudah, aku pisah rumah saja atau kos di tempat”, tapi kakakku ini saking sayangnya padaku, ya saya tidak diperbolehkan pisah rumah. Kita pun tinggal serumah dengan tiga teman wanita kakakku. Sebelum kuteruskan cerita nya perlu saya ingatkan bahwa jangan lupa dengan situs kami karena kamilah yang paling update dengan cerita cerita bugil terbaru.
Ada satu diantara mereka sudah jadi dosen tapi di Universitas lain, Ibu Vivin namanya. Kita semua memanggilnya Ibu maklum sudah umur 40 tahun tapi belum juga menikah. Ibu Vivin bertanya, “Eh, kamu akhir-akhir ini kok sering ngelamun sih, ngelamunin apa yok? Jangan-jangan ngelamunin yang itu..”“Itu apanya Bu?” tanyaku.
Memang dalam kesehari-harianku, ibu Vivin tahu karena aku sering juga curhat sama dia karena dia sudah kuanggap lebih tua dan tahu banyak hal. Aku mulai cerita,“Tahu nggak masalah yang kuhadapi? Sekarang aku baru putus sama pacarku”, kataku.“Oh.. gitu ceritanya, pantesan aja dari minggu kemarin murung aja dan sering ngalamun sendiri”, kata Ibu Vivin.
Begitu dekatnya aku sama Ibu Vivin sampai suatu waktu aku mengalami kejadian ***** Entah kenapa aku tidak sengaja sudah mulai ada perhatian sama Ibu Vivin. Waktu itu tepatnya siang-siang semuanya pada kuliah, aku sedang sakit kepala jadinya aku bolos dari kuliah. Siang itu tepat jam 11:00 siang saat aku bangun, eh agak sedikit heran kok masih ada orang di rumah, biasanya kalau siang-siang bolong begini sudah pada nggak ada orang di rumah tapi kok hari ini kayaknya ada teman di rumah nih. Aku pergi ke arah dapur.“Eh Ibu Vivin, nggak ngajar Bu?” tanyaku.“Kamu kok nggak kuliah?” tanya dia.“Habis sakit Bu”, kataku.“Sakit apa sakit?” goda Ibu Vivin.“Ah.. Ibu Vivin bisa aja”, kataku.“Sudah makan belum?” tanyanya.“Belum Bu”, kataku.“Sudah Ibu Masakin aja sekalian sama kamu ya”, katanya.Dengan cekatan Ibu Vivin memasak, kita pun langsung makan berdua sambil ngobrol ngalor ngidul sampai-sampai kita membahas cerita yang agak berbau seks. Kukira Ibu Vivin nggak suka yang namanya cerita dewasa, eh tau-taunya dia membalas dengan cerita yang lebih bugil lagi. Kita pun sudah semakin jauh ngomongnya. Tepat saat itu aku ngomongin tentang perempuan yang sudah lama nggak merasakan hubungan dengan lain jenisnya.
“Apa masih ada gitu keinginannya untuk itu?” tanyaku.“Enak aja, emangnya nafsu itu ngenal usia gitu”, katanya.“Oh kalau gitu Ibu Vivin masih punya keinginan dong untuk ngerasain bagaimana hubungan dengan lain jenis”, kataku. “So pasti dong”, katanya.“Terus dengan siapa Ibu untuk itu, Ibu kan belum kawin”, dengan enaknya aku nyeletuk.“Aku bersedia kok”, kataku lagi dengan sedikit agak cuek sambil kutatap wajahnya. Ibu Vivin agak merah pudar entah apa yang membawa keberanianku semakin membludak dan entah kapan mulainya aku mulai memegang tangannya. Dengan sedikit agak gugup Ibu Vivin kebingungan sambil menarik kembali tangannya, dengan sedikit usaha aku harus merayu terus sampai dia benar-benar bersedia melakukannya.“Okey, sorry ya Bu, aku sudah terlalu lancang terhadap Ibu Vivin”, kataku.“Nggak, aku kok yang salah memulainya dengan meladenimu bicara soal itu”, katanya.Dengan sedikit kegirangan, dalam hatiku dengan lembut kupegang lagi tangannya sambil kudekatkan bibirku ke dahinya. Dengan lembut kukecup keningnya. Ibu Vivin terbawa dengan situasi yang kubuat, dia menutup matanya dengan lembut. Juga kukecup sedikit di bawah kupingnya dengan lembut sambil kubisikkan, “Aku sayang kamu, Ibu Vivin”, tapi dia tidak menjawab sedikitpun.
Dengan sedikit agak ragu juga kudekatkan bibirku mendekati bibirnya. Cup.. dengan begitu lembutnya aku merasa kelembutan bibir itu. Aduh lembutnya, dengan cekatan aku sudah menarik tubuhnya ke rangkulanku, dengan sedikit agak bernafsu kukecup lagi bibirnya. Dengan sedikit terbuka bibirnya menyambut dengan lembut. Kukecup bibir bawahnya, eh.. tanpa kuduga dia balas kecupanku. Kesempatan itu tidak kusia-siakan. Kutelusuri rongga mulutnya dengan sedikit kukulum lidahnya. Kukecup, “Aah.. cup.. cup.. cup..” dia juga mulai dengan nafsunya yang membara membalas kecupanku, ada sekitar 10 menitan kami melakukannya, tapi kali ini dia sudah dengan mata terbuka. Dengan sedikit ngos-ngosan kayak habis kerja keras saja.
“Aah.. jangan panggil Ibu, panggil Vivin aja ya!Kubisikkan Ibu Vivin, “Vivin kita ke kamarku aja yuk!”.
Cerita Dewasa – Dengan sedikit agak kaget juga tapi tanpa perlawanan yang berarti kutuntun dia ke kamarku. Kuajak dia duduk di tepi tempat tidurku. Aku sudah tidak tahan lagi, ini saatnya yang kutunggu-tunggu. Dengan perlahan kubuka kacing bajunya satu persatu, dengan lahapnya kupandangi tubuhnya. Ala mak.. indahnya tubuh ini, kok nggak ada sih laki-laki yang kepengin untuk mencicipinya. Dengan sedikit membungkuk kujilati dengan telaten. Pertama-tama belahan gunung kembarnya. “Ah.. ssh.. terus Ian”, Ibu Vivin tidak sabar lagi, BH-nya kubuka, terpampang sudah buah kembar yang montok ukuran 34 B. Kukecup ganti-gantian, “Aah.. ssh..” dengan sedikit agak ke bawah kutelusuri karena saat itu dia tepat menggunakan celana pendek yang kainnya agak tipis dan celananya juga tipis, kuelus dengan lembut, “Aah.. aku juga sudah mulai terangsang.
Kusikapkan celana pendeknya sampai terlepas sekaligus dengan celana dalamnya, hu.. cantiknya gundukan yang mengembang. Dengan lembut kuelus-elus gundukan itu, “Aah.. uh.. ssh.. Ian kamu kok pintar sih, aku juga sudah nggak tahan lagi”, sebenarnya memang ini adalah pemula bagi aku, eh rupanya Vivin juga sudah kepengin membuka celanaku dengan sekali tarik aja terlepas sudah celana pendek sekaligus celana dalamku. “Oh.. besar amat”, katanya. Kira-kira 18 cm dengan diameter 2 cm, dengan lembut dia mengelus zakarku, “Uuh.. uh.. shh..” dengan cermat aku berubah posisi 69, kupandangi sejenak gundukannya dengan pasti dan lembut. Aku mulai menciumi dari pusarnya terus turun ke bawah, kulumat kewanitaannya dengan lembut, aku berusaha memasukkan lidahku ke dalam lubang kemaluannya, “Aah.. uh.. ssh.. terus Ian”, Vivin mengerang. “Aku juga enak Vivin”, kataku. Dengan lembut di lumat habis kepala kemaluanku, di jilati dengan lembut, “Assh.. oh.. ah.. Vivin terus sayang”, dengan lahap juga kusapu semua dinding lubang kemaluannya, “Aahk.. uh.. ssh..” sekitar 15 menit kami melakukan posisi 69, sudah kepengin mencoba yang namanya bersetubuh. Kurubah posisi, kembali memanggut bibirnya.
Sudah terasa kepala kemaluanku mencari sangkarnya. Dengan dibantu tangannya, diarahkan ke lubang kewanitaannya. Sedikit demi sedikit kudorong pinggulku, “Aakh.. sshh.. pelan-pelan ya Ian, aku masih perawan”, katanya. “Haa..” aku kaget, benar rupa-rupanya dia masih suci. Dengan sekali dorong lagi sudah terasa licin. Blesst, “Aahk..” teriak Vivin, kudiamkan sebentar untuk menghilangkan rasa sakitnya, setelah 2 menitan lamanya kumulai menarik lagi batang kemaluanku dari dalam, terus kumaju mundurkan. Mungkin karena baru pertama kali hanya dengan waktu 7 menit Vivin.. “Aakh.. ushh.. ussh.. ahhkk.. aku mau keluar Ian”, katanya. “Tunggu, aku juga sudah mau keluar akh..” kataku. Tiba-tiba menegang sudah lubang kemaluannya menjepit batang kemaluanku dan terasa kepala batang kemaluanku disiram sama air surganya, membuatku tidak kuat lagi memuntahkan.. “Crot.. crot.. cret..” banyak juga air maniku muncrat di dalam lubang kemaluannya. “Aakh..” aku lemas habis, aku tergeletak di sampingnya. Dengan lembut dia cium bibirku, “Kamu menyesal Ian?” tanyanya. “Ah nggak, kitakan sama-sama mau.” Kami cepat-cepat berberes-beres supaya tidak ada kecurigaan, dan sejak kejadian itu aku sering bermain cinta dengan Ibu Vivien hal ini tentu saja kami lakukan jika di rumah sedang sepi, atau di tempat penginapan apabila kami sudah sedang kebelet dan di rumah sedang ramai. sejak kejadian itu pada diri kami berdua mulai bersemi benih-benih cinta, dan kini Ibu Vivien menjadi pacar gelapku.

By : Rhy Rie Kepupu

++>> RiNdu YaNg TerTahan

Siang itu di sebuah rumah yang cukup asri, seorang gadis yang berambut panjang terurai dengan raut wajah yang manis terlihat sedang menanti kedatangan seseorang. Tiba-tiba datang seorang pemuda yang mengenakan kaos biru di padu dengan jeans warna serupa. Dia berjalan menuju kerumah gadis yang sedang asyik duduk di depan rumahnya, si gadis sesekali mengawasi depan rumahnya kalau-kalau yang di tunggu sudah datang atau belum.

Dengan senyum yang manis kemudian gadis itu menyapa sang pemuda yang kelihatan rapi, harum dan segar siang itu.



“Hallo Mas Adietya sayang..” sapanya dengan panggilan khas yang mesra ke padaku.

“Hallo juga.. Sayang,” balasku pendek.

“Sudah lama yah nunggunya,” lanjutku lagi.

Antara aku dan si gadis memang terlihat mesra di setiap kesempatan apa aja. Baik itu melalui panggilan ataupun sikap terhadap masing-masing. Seperti halnya siang itu, yang kebetulan keadaan di rumah sang gadis nampaknya sedang sepi, dia bilang ortunya lagi ke rumah saudaranya yang pulangnya nanti sore.

Dengan masih menyimpan rasa rindu yang tertahan, aku memeluk gadis pujaanku dengan mesra, sambil membisikan kata.



“Adiet kangen banget nih sayang,” bisikku di telinga nya sambil mencumbu daun telinganya.

“aku juga kangen Mas sayang..” jawabnya pelan.

Kemudian kita terlibat perbincangan sesaat, yang selanjutnya aku merengkuh bahu si gadis dan mengajaknya masuk ke dalam ruangan tamu. Di sofa kita duduk sangat dekat sekali, sampai-sampai kita bisa merasakan hembusan nafas masing-masing, saat kita bertatapan wajah.

“Kamu cantik sekali siang ini sayang..” kataku lembut.

Sembari tanganku meremas kedua tangannya dan kemudian aku lanjutkan untuk menarik tubuhnya lebih rapat. Si gadis tak menjawab hanya tersipu raut wajahnya, yang di ekspresikan dengan memelukku erat. Tanganku kemudian memegang kedua pipinya dan tak lama bibirku sudah mengulum bibirnya yang terbuka sedikit dan bentuknya yang ranum, sembari dia memejamkan kedua bola matanya.

Lidahku bermain di rongga mulutnya untuk memberikan perasaan yang membuat nya mendesah sesaat setelahnya. Di balik punggungnya jemari tanganku dengan lembut masuk ke dalam kaos warna putihnya dan mencoba membuka kaitan bra dari belakang punggungnya. Dengan dua kali gerakan, terbukalah kaitan bra hitamnya yang berukuran 36b itu.

Jemari tanganku langsung mengelus tepian payudaranya yang begitu kenyal dan menggairahkan itu. Dan tak lama setelah itu jariku sudah memilin putingnya yang mulai keras, yang nampaknya dia mulai menikmati dan sudah terangsang diiringi dengan desahannya yang sensual.

“Ohh.. Mas sayang..” desahnya lembut.

Sambil memilin, bibirku tak lepas dari bibirnya dan menyeruak lebih ke dalam yang sesekali mulutku menghisap lidahnya keluar masuk. Selanjutnya dengan gerakan pelan aku membuka kaos putihnya dan langsung mulutku menelusuri payudaranya dan berakhir di putingnya yang menonjol kecil. Aku menjulurkan lidahku tepat di ujung payudaranya, yang membuat dia menggelinjang dan mendesah kembali.

“Ohh.. Mas sayang.. Enak sekali.”

Sesaat aku menghentikan cumbuanku kepadanya dan memegang kedua pipinya kembali sambil membisikkan kata.

“Sayang.. Payudara kamu sungguh indah bentukya,” bisikku lirih di telinganya.

Sang gadis hanya mengulum senyumnya yang manis sembari kembali memelukku mesra. Dengan mesra aku mengajak si gadis berjalan ke arah kamarnya yang lumayan besar dan bersih. Layaknya kamar seorang gadis yang tertata rapi dan aroma segar wangi bunga-bunga yang ada ditaman depan kamarnya terhirup olehku saat memasukinya.

Tak berselang lama kemudian, aku mengangkat tubuh sexy sang gadis dan meletakkannya di atas meja belajar yang ada di kamarnya. Sang gadis masih mengenakan celana jeansnya, kecuali bagian atasnya yang sudah terbuka saat kita berasyik masyuk di ruang tamu. Perlahan aku memeluk tubuh sang gadis kembali, yang aku lanjutkan dengan menjelajahi leher jenjangnya dengan lembut.

Bibirku mencumbui setiap senti permukaan kulitnya dan berpindah sesaat ketika lidahku mencapai belakang telinganya dan membuat tubuh sang gadis kembali bergetar pelan. Desahan dan getaran tubuhnya menandakan kalau sang gadis sudah sangat terangsang oleh setiap cumbuanku. Tanganku tak tinggal diam sementara bibirku mencumbui setiap titik sensitif yang ada di tubuh sang gadis. Jemariku mulai mengarah kebawah menuju celana jeans nya dan tanpa kesulitan aku menurunkan resliting celananya yang nampak olehku pinggiran celana dalam warna hitamnya yang sexy.

Kemudian aku melemparkan celana jeansnya ke lantai dan seketika tanganku dengan lembut merengkuh bongkahan pantatnya yang padat berisi. Aku mengelus kedua bongkahannya pelan dan sesekali jariku menyelip di antara tepian celana dalamnya yag membuat bibirnya kembali bergetar mendesah lirih.

“Oh.. Mas sayang..” desahnya parau.

Bibirku yang sejak tadi bermain di atas, kemudian berpindah setelah aku merasakan cukup untuk merangsangnya di bagian itu. Lidahku menjulur lembut ketika mencapai permukaan kulit perutnya yang berakhir di pusarnya dan bermain sejenak yang mengakibatkan tubuhnya menggelinjang kedepan.

“Ssshh..” desisnya lirih.

Perlahan kemudian aku mulai menurunkan celana dalamnya dan aku membiarkan menggantung di lututnya yang sexy. Kembali aku melanjutkan cumbuan yang mengarah ke tepian pangkal pahanya dengan lembut dan sesekali aku mendengar sang gadis mendesah lagi. Aku mencium aroma khas setelah lidahku mencapai bukitnya yang berbulu hitam dan lebat sekali, namun cukup terawat terlihat olehku sekilas dari bentuk bulu vaginanya yang menyerupai garis segitiga.

Dan tak lama lidahku sudah menjilati bibir luar vaginanya dengan memutar ujung lidahku lembut. Kemudian aku lanjutkan dengan menjulurkan lebih ke dalam lagi untuk mencapai bibir dalamnya yang sudah sangat basah oleh lendir kenikmatan yang di keluarkan dari lubang vaginanya. Tubuh sang gadis mengelinjang perlahan bersamaan dengan tersentuhnya benjolan kecil di atas vagina miliknya oleh ujung lidahku.



“Ohh.. Mas sayang” jeritnya tertahan.

“Aku nggak kuat Mas..” tambahnya lirih.

Yang aku lanjutkan dengan menghentikan tindakanku sesaat. Aku menurunkan tubuh sang gadis dari atas meja, kemudian aku berdiri tepat di hadapanya yang sudah berjongkok sambil menatap penisku yang sudah berdiri tegang sekali.

Dengan gerakan lincah bibir sang gadis langsung mengulum kepala penisku dengan lembut dan memutar lidahnya di dalam mulutnya yang mungil dan memilin kepala penisku yang mengkilat. Tubuhku bergetar hebat ketika menerima semua gerakan erotis mulai dari jemari tangannya yang lembut mengelus batang penisku serta bibir dan lidahnya yang lincah menelusuri buah zakarku.

“Ohh.. Sayang” desahku pelan.

Rambutnya yang hitam panjang ku remas sebagai expresi dari kenikmatan yang mengalir di sekujur tubuhku. Setelah beberapa saat sang gadis menjelajahi organ sensitifku, aku merengkuh bahunya serta memintanya berdiri dan kembali aku mendudukkan pantatnya yang padat berisi di tepian meja sementara salah satu kaki jenjangnya menjuntai ke lantai.

Dengan gerakan lembut aku mengangkat paha kirinya dan bertumpu pada lenganku, di saat selanjutnya tangan kiriku memegang batang penisku yang sudah sangat tegang sekali menahan rangsangan yang menggelora dan mengarahkannya tepat di bibir vaginanya yang sudah basah oleh lendir birahi. Pada saat bersamaan ujung telunjukku juga mengelus belahan antara anus dan bibir bawah vaginyanya.

“Oh.. Mas sayang.. Please.. Aku enggak kuat” jeritnya lirih.

Aku masih belum merespon atas jeritan lirihnya, sebaliknya aku menundukkan kepala untuk kembali menjilati kedua payudaranya bergantian dan berakhir di puting payudara yang sebelah kiri. Gerakanku membuatnya menggelinjang dan semakin keras desahannya terdengar.

“Ohh.. Mas sayang.. Sekarang yah” pintanya lirih, dengan mata yang sayup penuh nafsu.

Perlahan aku mengarahkan batang penisku tepat di belahan vaginanya dan mendorongnya lembut.

“Slepp..” irama yang di timbulkan ketika penisku sudah menyeruak bibir vaginanya.

Kembali bibir sang gadis mengeluarkan desahan sexynya.

“Hekk.. Mmm..” gumamnya lirih.

Setengah dari batang penisku sudah masuk ke dalam vaginanya, yang aku padukan dengan gerakan bibirku mengulum bibirnya yang ranum serta memilin dan memutar ujung lidahnya lembut. Untuk menambah kenikmatan buat dirinya, aku mulai memajukan sedikit demi sedikit sisa batang penisku ke rongga vaginanya yang paling dalam dan aku mengarahkan ujung penisku menyentuh G-spotnya. Mulut sang gadis menggumam lirih karena mulutku juga masih mengulum bibirnya.

“Mmm.. Mmm” gumamnya.

Sambil menahan nikmat, tangan sang gadis menyentuh buah zakarku dan memijitnya lembut yang membuat tubuhku ikut mengelinjang menahan kenikmatan yang sama. Pinggulku membuat gerakan maju mundur untuk kesekian kalinya dan sepertinya sang gadis akan mendapatkan orgasme pertamanya ditandai dengan gerakan tangannya yang merengkuh bahuku erat dan menggigit bibir bawahnya lirih.

“Ohh.. Mas sayangg..” jeritnya bergetar.

Bersamaan dengan aliran hangat yang kurasakan di dalam, rongga vaginanya menjepit erat batang penisku. Tangannya merengkuh bongkahan pantatku serta menariknya lebih erat lagi. Tak lama berselang sang gadis kemudian tersenyum manis dan mengecup bibirku kembali sambil mengucapkan kata.

“Thanks yah.. Mas sayang”ucapnya mesra.

Aku membalasnya dengan memberikan senyum dan mengatakan.

“Aku bahagia.. kalau sayang bisa menikmati semua ini” ucapku kemudian.

Hanya beberapa saat setelah sang gadis mendapatkan orgasmenya, aku membalikkan tubuhnya membelakangiku sembari kedua tanganya berpegang pada pingiran meja. Dengan pelan kutarik pinggangnya sambil memintanya menunduk, maka nampaklah di depanku bongkahan pantatnya yang sexy dengan belahan vaginanya yang menggairahkan.

Perlahan aku memajukan tubuhku sambil memegang batang penisku dan mengarahkannya tepat di bibir vaginanya, sementara kaki kananku mengeser kaki kanannya untuk membuka pahanya sedikit melebar. Dengan gerakan mantap penisku menyeruak sedikit demi sedikit membelah vaginanya lembut.



“Slepp..” masuklah setengah batang penisku ke dalam rongga vaginanya.

“Sss..” sang gadis mendesah menerima desakan penisku.

Tanganku perlahan meremas payudaranya dari belakang mulai dari yang sebelah kiri dan dilanjutkan dengan yang sebelah kanan secara bergantian. Sementara pinggulku memulai gerakan maju mundur untuk kembali menyeruak rongga vaginanya lebih dalam.

Posisi ini menimbulkan sensasi tersendiri dimana seluruh batang penisku dapat menyentuh G-spotnya, sementara tanganku dengan bebas menjelajahi seluruh organ sensitifnya mulai dari kedua payudara berikut putingnya dan belahan anus dan bagian tubuh lainnya.

“Ohh.. Mas sayang” desahnya.

Ketika ujung jemariku menyentuh lubang anusnya sambil aku berkonsentrasi memaju mundurkan penisku. Setelah cukup beberapa saat aku menggerakan pinggulku memompa belahan vaginanya. Dengan gerakan lembut aku menarik wajahnya mendekat, masih dalam posisi membelakangiku aku mengulum bibirnya dan meremas kedua payudaranya lembut.



“Sayang aku mau keluar nih,” bisiku lirih.

“Ohh.. Mas sayang aku juga mau” sahutnya pelan.

Aku mempercepat gerakanku memompa vaginanya dari belakang tanpa melepas ciumanku di bibirnya dan remasan ku di kedua payudaranya. Pada saat terakhir aku mencengkeram kedua pinggulnya erat dan memajukan penisku lebih dalam.

“Creett.. Ohh.. Sayang,” jeritku kemudian.

Menyemburlah spermaku yang cukup banyak ke dalam rongga vaginanya dan beberapa tetes meleleh keluar mengalir di kedua pahanya. Untuk beberapa saat aku mendiamkan kejadian ini sampai akhirnya penisku mengecil dengan sendirinya di dalam vaginanya yang telah memberikan kenikmatan yang tak bisa aku ungkapkan.

<marquee>By : Rhy Rie Kepupu</marquee>

Cerita Sex (U17)++>> ML dg TanTe Seperti Gadis 20th

Ini cerita yang kualami kurang lebih 2 tahun yang lalu. Saya adalah seorang siswa SMU swasta di sebuah kota X, nama saya adalah Endy dan saya saat ini berumur 18 tahun. Saya mempunyai suatu kebiasaan untuk melakukan onani, yah mungkin satu kali untuk satu hari. Saya mempunyai seorang teman, bisa dikatakan dia merupakan teman saya yang terbaik, karena hampir setiap hari kami selalu bersama.
Saya memang sering main ke rumahnya dan tentu saja, saya sering berjumpa dengan mamanya. Dapat dikatakan mamanya saat ini kira-kira berusia 36 tahun, tetapi tubuhnya terlihat bagaikan seorang gadis yang berusia 20 tahunan. Yah montok dan padat sekali dan saya memanggil mamanya Tante Nita. Tentu saja saya sering melakukan onani dengan mengkhayalkan mama kawanku ini.
Suatu hari, kami bersama teman-teman sekolah lainnya akan melaksanakan pesta barbeque dan tempat kami berkumpul merupakan rumah dari kawanku ini. Karena masih menunggu teman kami yang belum hadir, maka saya bermain di rumah kawanku ini dengan permainan dadu dengan yang lainnya. Mungkin karena kebetulan saya melempar dadunya terlalu kuat, maka dadu itu jatuh ke arah kamar mama temanku.
Lalu dengan malas dan ogah-ogahan, saya bangkit untuk mengambil dadunya. Tetapi saat akan mengambil dadunya, saya melihat suatu pemandangan yang membuat saya sangat terangsang.
Saya melihat Tante Nita hanya memakai celana dalamnya saja, langsung saja kemaluan saya terbangun dan saya segera berjalan keluar sambil berusaha menenangkan diri. Sambil bermain dadu kembali, saya mengkhayalkan bentuk tubuh Tante Nita yang membuatku sangat terangsang. Tetapi sesaat kemudian, Tante Nita keluar dari kamarnya. Dengan serempak, kami memanggilnya dengan panggilan Tante, tetapi saya tidak berani untuk menatapnya, yah mungkin karena saya malu dan agak sedikit takut mengingat kejadian tadi. Karena temanku sudah memanggil, maka kami menyudahi permainan dadu kami dan kami mulai bergerak ke luar rumah. Sesaat sampai di luar rumah, saya melihat Tante Nita sedang berdiri sambil memandang ke arahku, lalu dia menyuruhku untuk menemaninya ke rumahnya yang lain untuk sekedar mengambil barang bekas. Dengan gugup saya menjawab dengan jawaban “Ya”, lalu Tante Nita mengambil kunci rumahnya dan kami pun berangkat. Sambil mengikutinya dari belakang, saya memperhatikan goyangan pinggulnya dan tentu saja saat ini saya sudah sangat ingin melakukan masturbasi, tetapi karena belum memiliki kesempatan, maka saya diam saja sambil mengkhayalkan sedang bersetubuh dengan Tante Nita. Sesampainya di rumah tersebut, saya melihat rumah tersebut sudah lama tidak dihuni, mungkin saja karena Tante Nita baru saja pindah ke rumah baru. Kemudian kami pun masuk ke dalam. Dengan hati-hati saya memperhatikan sekeliling rumah tersebut. Memang agak berdebu tetapi masih terlihat kalau rumah tersebut rapi. Sesampainya di ruang tengah rumah tersebut, Tante Nita bertanya kepadaku, “Apa yang kamu lihat waktu kamu mengambil dadu yang terjatuh itu tadi..?” Dengan terkejut saya menjawab, “Saya tidak melihat apa-apa, Tante…” Lalu Tante Nita berkata, “Kamu jangan bohong, nanti saya laporkan bahwa kamu berbuat yang tidak senonoh pada Tante..” Dengan terbata-bata, saya menjawab bahwa saya melihat Tante sedang ganti baju, tetapi saya tidak melihatnya dengan jelas. Lalu Tante Nita bertanya lagi, “Apakah kamu ingin melihatnya sekali lagi..?” Seperti mendapat durian runtuh, maka saya menjawab, “Kalo Tante Nita mengijinkan, saya mau Tante.” Sesaat Tante Nita diam, lalu dia menyuruh saya untuk mendekat. Dengan hati-hati, maka saya mendekat padanya, lalu Tante Nita menarik tangan saya dan mencium bibir saya. Tentu saja saya balas dengan ciuman kembali, sedangkan kedua tangan saya diam saja karena sesungguhnya saya dalam keadaan yang sangat tegang. Berbeda dengan tangan Tante Nita, tangannya mulai memegang kejantanan saya dan satunya lagi mulai meremas pantat saya. Kemudian Tante Nita mulai membuka resluiting celana saya dan mulai mengocok kemaluan saya. Saya merasakan kenikmatan karena tangan Tante Nita sangat lembut dan sangat berpengalaman. Karena terbawa perasaan nikmatnya, mata saya mulai tertutup dan mulai menikmati permainan Tante Nita. Belum berlangsung lama permainan kami, Tante Nita menghentikan permainannya, tentu saja hal ini membuat saya keheranan. Lalu saya mulai berani menatapnya dan saya bertanya kepadanya, “Tante, bolehkah saya memegang payudara Tante..?” Sambil sedikit tersenyum, Tante Nita berkata, “Terserah kamu sayang…” Lalu tangan saya mulai meraba payudara Tante, tetapi saya merabanya dari luar saja karena masih tertutup oleh baju dah BH-nya. Karena merasa kurang puas, maka saya bertanya lagi, “Tante, bolekah saya membuka baju tante..?” Dengan sedikit kesal, Tante Nita menjawab, “Kamu boleh melakukan semua yang ingin kamu lakukan, tubuh saya sekarang ini adalah milikmu sepenuhnya.” Dengan terbata-bata saya menjawab, “Terima kasih Tante…” Lalu Tante Nita berkata lagi, “Panggil saya Nita saja, tidak usah lagi sebutkan Tantenya.” Lalu saya menjawab, “Ya, Tante.., eh, maksud saya Nita.” Permainan terus berlanjut, saya mulai membuka kancing baju Tante Nita. Terlihatlah dua bukit kembar yang indah sekali, mungkin ukurannya sekitar 36A. Lalu saya mulai meremas dan mencium payudara Tante Nita dan Tante Nita mulai merasakan kenikmatan dan mengeluarkan suara desahan. “Uuhhh… ahhh..,” Saya mulai membuka ikatan BH-nya dan menyembullah payudaranya. Dengan liar bibir saya mulai menghisap payudara yang di sebelah kanan, sedangkan tangan saya meremas dengan keras payudaranya yang di sebelah kiri. Saya terus menghisap puting payudara Tante Nita kurang lebih 5 menit lamanya. Kemudian saya melepaskannya dan saya melihat putingnya sudah berwarna kemerah-merahan agak hitam. Kemudian Tante Nita mulai turun dan berjongkok di hadapan kemaluan saya. Dengan cepat dia menurunkan celana jeans saya sekaligus dengan celana dalam saya, lalu dia pun membuka mulutnya dan memasukkan kemaluan saya ke mulutnya. Hal ini membuat saya terkejut, kemudian Tante Nita mulai menghisap kemaluan saya dan memainkannya di dalam mulutnya yang membuat saya lupa diri. Tangan saya mulai menjambak rambut Tante Nita dan kaki saya mulai menjinjit karena saya merasakan kenikmatan yang hebat. Kurang lebih 10 menit kemudian, saya merasakan ada yang mendesak keluar seperti saat saya sedang melakukan masturbasi dan saya mulai mengerang, “Aduh, Nita… saya sampai nih, uh… uhhh… uuuhhh…” Dan Tante Nita mulai mempercepat permainannya dan akhirnya saya mengeluarkan cairan sperma saya di dalam mulutnya Tante Nita. Saya merasakan Tante Nita menghisap habis seluruh sperma saya dan menelannya. Dalam sisa-sisa kenikmatan, saya melihat Tante Nita bangkit dan mencium bibir saya, yang tentu saja saya balas dengan ciuman yang hangat dan liar. Hanya dalam hitungan beberapa detik, Tante Nita menekan kepala saya dan saya pun mengerti apa yang diinginkan Tante Nita. Saya mulai berjongkok dan Tante Nita berganti posisi dengan tubuhnya bersandar pada dinding rumah. Dengan perlahan saya menurunkan celana Tante, lalu saya melihat CD warna biru langitnya Tante Nita dengan segunduk daging yang menonjol di antara kakinya, selain itu saya juga melihat CD-nya mulai basah oleh cairan kemaluannya. Tante Nita berkata kepada saya, “Endy, cepat dong… Tante sudah nggak tahan nih…” Dengan tenang saya menjawab, “Iya Nita..,” dan saya mulai memeloroti CD-nya. Saya melihat rambut kemaluan Tante Nita yang sungguh subur tetapi terawat dengan rapi. Sejujurnya, saya sungguh tidak menyangka keindahan alat kelamin wanita ini berbeda dengan yang pernah saya lihat di film-film blue bahkan sangat berbeda. Dengan perlahan-lahan saya mulai menyapu kemaluan Tante Nita dengan lidah saya. Sesudah rambut kemaluannya basah oleh air liur saya, saya mulai memasukkan lidah saya di antara kemaluannya dan saya menemukan sebuah bijian kecil. Dengan lidah saya, saya mulai menjilati biji tersebut, hal ini membuat Tante Nita mengerang keenakan. “Endy.. terus.. Tante merasa nikmat sekali.. ah… ah… uhhh…” desahnya. Karena merasakan Tante Nita yang mulai terangsang, maka saya mempercepat jilatan saya pada bijian tersebut kurang lebih 6 menit Tante Nita menjerit sambil memegang dan menjambak rambut saya. “Uhhh… Tante sampai nihhh… ayo terus Ndyyy… ah… ehmmm… nikmat sekali.” Lalu saya melepaskan permainan lidah saya dan saya melanjutkan dengan tangan saya yang mulai menggosok dan mengocok kemaluan Tante Nita karena saya merasa jijik untuk menghisap air kemaluan wanita tetapi dengan cepat Tante menarik kepalaku dan mengarahkannya kembali ke kemaluannya. Karena ingin memuaskan Tante Nita, maka saya mulai memainkan lidah saya di kemaluan Tante Nita. Akhirnya Tante mengejang dan berteriak, “Ahh… ahhh… auuu… ehmmm… saya sampai.. terus Ndyyy… uhh… ahhh… aahhh…” Saya merasakan ada cairan yang keluar dari kemaluan Tante, maka saya menghisap seluruh cairan tersebut sampai kering dan kemudian saya menelannya. Karena melihat Tante Nita sedang merasakan sisa-sisa kenikmatannya maka saya bangkit dan mencium bibirnya, sedangkan tangan saya meremas payudaranya. Lalu Tante Nita membuka matanya dan tersenyum nakal sambil berkata, “Endy, kamu kurang ajar sekali, bahkan dengan mama kawan baikmu pun kamu berani berbuat begitu.” Dengan terkejut saya berkata, “Tapi Tante, saya tidak bermaksud begitu, kan tante yang…” Belum selesai saya berkata Tante Nita memotongnya dan berkata, “Saya tahu kamu tidak bermaksud begitu tapi kamu sudah melakukannya jadi ya‼br /> ? nggak apa-apa deh… tante suka dengan permainan kamu. Lain kali kamu harus melakukannya dengan Tante lagi. Kalo tidak.. Tante akan laporkan kamu sama yang lainnya!” Lalu saya tersenyum dan berkata, “Tante nakal sekali, saya sampai terkejut, tapi Tante jangan khawatir, lain kali saya akan melayani Tante lagi, saya janji Nita.” “Kamu harus ingat janji kamu yah… sekarang kita harus berpakaian kembali, lalu kamu kembali ke teman kamu… kan kamu mau barbeque kan..?”kata Tante Nita kemudian yang sempat membuatku terkejut seperti sadar kembali kalau kami sudah meninggalkan acara pesta. Dengan cepat saya mulai membetulkan pakaian saya dan merapikan rambut saya sambil bertanya kepada Tante Nita, “Tante.., kita sudah pergi berapa lama sih..? Kalo ketahuan gimana, Tante..?” Dengan tenang Tante menjawab, “Kamu jangan khawatir, Tante akan mengaturnya supaya aman.” Lalu kami pun kembali ke rumah Tante Nita yang baru meskipun dalan hatiku masih ada sedikit keraguan. Sesampainya disana, Tante berkata bahwa kami membongkar seluruh rumah untuk mencari kunci lemarinya sehingga memerlukan waktu setengah jam. Sambil bernafas lega, saya menoleh ke arah Tante Nita dan melihatnya tertawa, sungguh menggoda sekali. Beginilah awal kisahku dengan Tante Nita yang merupakan mama dari kawan baikku. Di pesta barbeque bersama temanku, saya merasa sangat tidak tenang bahkan terasa ada yang ingin dikeluarkan. Akhirnya saya pun melakukan masturbasi di kamar mandi, tentu saja sambil mengkhayalkan Tante Nita. Dalam hati saya tentu saja sangat ingin untuk melakukannya dengan Tante Nita, tetapi yah… Hari ini sudah lewat 2 minggu sejak kejadian di malam pesta barbeque itu. Saya sendiri sudah tidak sabar dan frekuensi onani saya malah semakin meningkat, bahkan bisa tiga kali dalam satu hari. Tetapi siang harinya, ketika baru pulang dari sekolah, sesampai di rumah dan duduk di kursi sambil melepas sepatu, saya menggerutu, “Aduh, hari ini kok panas sekali…”Tetapi tiba-tiba saya mendengar pembantu saya berteriak, “Mas Endy ada telpon tuh..!” Lalu sambil malas-malasan saya bangkit dan mengambil telepon sambil menjawab, “Halo..?” “Ini Endy yah..?” tanya orang lawan bicara saya. Saya jawab, “Iya, disana siapa yah..?” “Kamu udah lupa yah ama saya..?” dengan logat memancing. Karena merasa dipermainkan, saya mulai emosi dan menjawab, “Disana siapa sih kalo nggak mo bilang lagi saya tutup teleponnya nih..!”"Kok marah sih..? Nanti tante laporkan kamu lho dan nggak tante kasih kamu kenikmatan lagi.” kata lawan bicara saya lagi. Mendengar kata-katanya yang terakhir tadi, saya jadi teringat dengan kejadian beberapa hari yang lalu dan saya langsung menjawab lagi, “Oh, ini Tante Nita yah..? Sori Tante gua lagi nggak mood nih… Tante sih main-main aja…” Lalu Tante Nita berkata “Nggak mood yah..? Jadi sama Tante juga nggak mood dong..? Tadinya Tante mo ajak kamu ke rumah Tante nih, abisnya lagi sepi nih… tapi nggak jadi deh..” Dengan cepat saya memotong, “Bentar dulu Tante, kalo Tante sih gua jadi mood lagi nih, emang teman saya (maksudnya anak Tante Nita yang menjadi teman baik saya) nggak ada di rumah yah..?” “Kamu tenang aja deh… pokoknya dari sekarang (saat itu jam 12:30) sampe nanti sore jam 5 kita aman deh… jadi datang nggak..?” tanya Tante Nita. Tentu saja saya menjawab, “Jadi dong Tante.. bentar lagi saya kesana Tante, Tante tunggu yah..!” Setelah itu, saya segera menutup teleponnya seperti tidak ingin menyia-nyiakan waktu. Kemudian saya segera berlari ke kamar dan ganti baju, terus segera keluar rumah menuju rumah Tante Nita, karena dari rumahku ke rumah Tante Nita memerlukan waktu sekitar 15 menit jalan kaki. Karena ingin cepat tiba disana, maka saya naik angkot (angkutan umum perkotaan) saja. Sesampainya di rumah Tante Nita, saya segera memutar ke belakang karena lewat pintu samping rumah Tante Nita lebih aman dan sepi. Kemudian dengan perlahan saya mengetuk pintu dan terdengar Tante Nita menjawab, “Iya, bentar…” lalu Tante Nita membuka pintu dan mempersilakan saya masuk.Di depan saya, Tante Nita berpakaian kaos oblong dan celana pendek putih. Berpenampilan seperti itu tentu saja sama dengan menampakkan BH dan CD-nya yang berwarna hitam secara sengaja kepada saya. Dalam pikiran saya mungkin Tante Nita sengaja membuat saya terangsang, tetapi saya berusaha tetap tenang, yah.. stay cool deh pokoknya. Setelah itu, Tante Nita menyuruh saya mengikutinya dan saya pun berjalan. Tetapi begitu melihat pinggulnya yang bergoyang, saya tidak tahan lagi, segera saya menarik Tante Nita dan menciumnya. Tante Nita pun segera membalas ciumanku dan tangan saya segera bergerak untuk membuka bajunya. Bersamaan dengan itu, Tante Nita berkata, “Jangan di sini dong sayang..!” “Dimana Tante..?” tanya saya. “Di kamar Tante aja…” kata Tante Nita. Lalu saya pun segera menarik tangan Tante Nita dan berkata, “Jadi, tunggu apa lagi Tante..?” Setelah sampai di kamar Tante Nita, saya segera Sementara itu tangan saya segera bergerak aktif untuk meremas buah dada Tante Nita. Tiba-tiba Tante Nita mendorongku dan dengan terkejut saya bangkit, tetapi kemudian Tante Nita segera menarikku dan naik di atas tubuhku sehingga posisi saya sekarang adalah Tante Nita di atas tubuh saya. Saya segera membuka baju Tante Nita sehingga tampaklah buah dadanya yang masih dibungkus oleh BH hitamnya. Saat itu Tante Nita menunduk sehingga sekarang buah dadanya tampak di depan mataku dengan sangat jelas. Untuk menghemat waktu dan karena memang saya juga sudah sangat terangsang, maka saya segera melumat payudara Tante Nita dan melepas BH hitamnya. “Aduh enak sekali, ahhh… uh… sttt…” desahnya yang menandakan Tante Nita sudah terangsang. Karena sudah terangsang maka Tante Nita segera melepas baju dan celana saya, sehingga saya hanya tinggal memakai CD saja. Kemudian saya berguling ke samping sehingga posisi saya sekarang di atas Tante Nita, lalu saya segera merangkak turun dan melepas celananya sehingga tampaklah pemandangan di depan wajah saya sebuah surga kenikmatan yang masih terbungkus oleh kain hitam. Tanpa menunggu aba-aba darinya, saya langsung melepaskan CD-nya Tante Nita dan tampaklah kemaluan Tante Nita yang terawat dengan rapi. Sungguh sangat indah dan berbeda dengan yang pertama kali saya lihat dulu. Dengan perlahan saya menjilati permukaan vaginanya dan Tante Nita pun segera mengerang. “Aduh, nikmat sekali… sungguh… geli tapi… ahhh… uhhh… terus Endy…” Segera saya menaikkan permainan saya sehingga tidak lama kemudian Tante Nita pun menjerit, “Aduh saya sampai Ndyyy… segera keluar… ahhh…” Lalu saya segera menghisap bijian di kemaluan Tante Nita sehingga saat cairan kemaluan Tante Nita keluar, segera saya hisap habis dan menelannya. Dalam sisa kenikmatannya, Tante Nita berkata, “Endy… biarkan Tante Nita istirahat yah..? Nanti Tante Nita baru melanjutkannya kembali.” Saya segera menjawab, “Iya Tante…” Setelah beristirahat 15 menit, Tante Nita mulai bangkit dan segera melepas CD saya. Tampaklah kemaluan saya yang masih dalam posisi setengah tiang. Tante Nita segera memasukkannya ke dalam mulutnya dan menjilatinya. Di dalam mulut Tante Nita, kemaluanku segera mengeras hingga dalam posisi yang siap tempur. Tante Nita sungguh sangat berpengalaman dalam menjilati kejantanan pria yang dengan cara menghisap dan kadang-kadang mengigitnya dengan perlahan. Hal ini membuatku sangat terangsang. Karena sudah tidak tahan lagi, maka saya segera menarik tubuh Tante Nita ke atas dan dan membalikkannya. “Tante Nita, saya sudah tidak tahan lagi, sekarang saya masukkan yah Tante..?” tanya saya yang sudah merasa sangat terangsang. Tante Nita menjawab, “Terserah kamu Ndyy.., tapi hati-hati yah soalnya punya tante udah lama nih nggak digunakan..” Dengan pelan dan hati-hati saya mengarahkan kepala kemaluan saya ke dalam lubang kemaluan Tante. Kepala kemaluan saya mulai menyentuh bibir kemaluan Tante Nita, lalu saya menekannya sehingga kepala kemaluan saya sudah terbenam ke dalamnya. Tante Nita segera menjerit, “Aduh… sakit sekali… pelan-pelan Ndy…”Tetapi saya sudah tidak perduli lagi, saya segera melanjutkan aksi saya dengan menekan kemaluaan saya lebih dalam lagi dan kepala kemaluan saya juga mulai te
rasa perih karena ini adalah pertama kali saya melakukan hubungan intim. Saya tetap menekan batang kemaluan saya sehingga tidak lama kemudian, seluruh kemaluan saya sudah terbenam dalam kemaluan Tante Nita. Tante Nita lalu mengerang, “Aduh sakit sekali… biarkan tetap di dalam Endy, aduh… ahhh… ehmmm… uh…” Setelah terdiam hampir 5 menit, saya segera menggoyang pinggul saya dengan naik turun secara berirama dan Tante Nita pun mengimbanginya dengan goyangan pinggulnya yang membuat saya merasa sangat keenakan. Tante Nita tiba-tiba mengerang secara tidak jelas, “Aduh… sakit sekali, tapi enak sekali, terus Endy…” Saya sudah tidak memperdulikan Tante Nita dan hanya terus memacu kemaluan saya untuk mencapai kenikmatan. Tidak lama kemudian, setelah 8 menit, saya mendengar Tante Nita menjerit kembali, “Aduh… saya sampai Ndyyy… akan segera keluar nih…” Saya menjawabnya, “Sebentar lagi Nita, sebentar lagi… saya juga hampir sampai nih…” Tidak lama, Tante Nita tiba-tiba mengejang dan saya merasakan ada cairan hangat di dalam kemaluan Tante Nita dan Tante Nita mengerang lagi, “Aduh… ahhh… aku sampai Endy… nikmat sekali…” Tidak sampai disitu, selang beberapa detik, saya merasa juga ada yang mendesak keluar dari kemaluan saya dan akan segera meledak. Rupanya saya juga telah mencapai kenikmatan dunia dan saya menjerit, “Saya sampai Tante eh… ahhh… nikmat sekali” Lalu saya segera jatuh dan berbaring di samping tubuh Tante Nita sambil merasakan sisa kenikmatan yang telah kami capai berdua. Setelah beristirahat, kami melakukannya lagi 3 kali dalam tempo yang cepat. Tante Nita dan saya sama-sama mencapai puncak kenikmatan 3 kali. Setelah mandi dan pikiran kami sudah tidak terpengaruh nafsu lagi, Tante Nita berkata padaku, “Tante Nita minta maaf Endy… tadi Tante Nita telah merenggut keperjakaan kamu… sungguh Tante Nita minta maaf..” Tetapi saya segera berkata, “Tidak apa-apa Tante, saya rela kok menyerahkannya pada Tante, sungguh saya sangat menyukai permainan tadi. Tapi Tante Nita harus janji kalo Tante Nita lain kali harus memberikan kenikmatan yang sama lagi kepadaku..!” Sambil tersenyum, Tante Nita berkata, “Iya… Tante sangat senang dengan permainan tadi, Tante janji, Tante bersedia melayani kamu lagi, tapi kamu juga harus membuat Tante merasa keenakan seperti tadi..” dan saya mengiyakannya. Hubungan kami hampir berlangsung selama 2 tahun, tetapi kami melakukannya dengan cara-cara yang tradisional. Saya maupun Tante Nita tidak menyukai gaya-gaya yang terlalu berani seperti gaya anjing maupun yang lainnya. Hubungan kami sekarang meskipun belum diputuskan berakhir, tetapi kami hampir tidak pernah berjumpa lagi, karena saya sudah melanjutkan kuliah di luar kota yang tentu saja dengan anaknya Tante Nita. Hubungan saya dengan Tante Nita sampai sekarang tetap menjadi rahasia kecil kami. Jika saya liburan dan pulang ke kampung halaman saya, Tante Nita selalu meminta bagiannya dan saya pun dengan senang hati melayaninya. Ini merupakan pengalaman yang saya alami sendiri. Meskipun banyak yang kurahasiakan disini, tetapi cerita ini adalah benar-benar terjadi.

By : Rhy Rie Kepupu

Cerita Sex "ML di Lantai 3 KamPus"

Cerita Dewasa kali ini bermula pada Suatu siang di kampusku ceritanya waktu siang itu cuacanya panas dan gerah banget rasanya!, keringat gw mengalir seperti sungai (ciehhh terlalu mengada2 kayaknya!heheh ) dengan sapu tangan warna coklat yg selalu gw bawa dan gw taruh di kantong celana sebelah kanan, dan setengah tengak tengok di depan papan pengumuman jadwal ujian, dan akupun segera melangkahkan kakiku ke kantin fakultas ekonomi di belakang kampus tempat gw kulaih!



Beberapa adik angkatan di bawah gw tersenyum menyapa ke arah gw sambil menundukkan kepala, gw kurang seberapa mengenal mereka, tapi gw balas senyuman itu dengan ramah sambil tetap menunjukkan kepinteran gw dengan membawa buku-buku akuntansi yang super tebal dan berat! Pamer dikit nich biar dikira kutu buku! Singkatnya cerita sex dewasa 17 tahun, setelah menenggak sebotol the botol dingin dan segera membayarnya, gw kembali ke ruangan IV, menanti kuliah siang yang terasa lama, karena waktu itu masih jam 11 lebih, dan kampus sepi karena hari jum'at. Akupun memilih duduk di bangku semen di bawah rindangnya pohon-pohon hijau ditaman ruangan IV.



Sekitar 13 menitan melamun, sesosok gadis yang gw kenal melangkah tergesa-gesa sambil membetulkan kacamata, dan tampak sama sibuknya kaya gw, membawa setumpuk buku yang tampak tak seimbang dengan ukuran tangannya yang mungil. Gadis berkulit putih itu tampak mengenali gw, lalu setengah berlari menghampiri gw sambil mengurai seulas senyum manis, Haloo

serunya. Haloo juga, sahut gw...Dia langsung mengibaskan tangannya ke bangku semen tempatku duduk, takut ada debu yang akan mengotori celana jeans putih ketatnya, seketat jeans itu membelit pantat indahnya yang terbungkus G-sting berenda yang membuat mata lelaki tak bekijap melihatnya, yang nampak samar tercetak padat pada lekukan antara paha, selangkangan, dan batas paha belakangnya, gw sedikit menelan ludah melihat pemandan seperti itu!hahahaha…nyem nyem mantabs



Dia menunduk, tak sengaja memperlihatkan bra krem berendanya yang tampak menggantung ragu, menampakkan belahan dan sedikit puting kemerahan dari dadanya yang berukuran B kayaknya, lalu segera mengambil posisi duduk menyilangkan kaki di sampingku dan memulai obrolan dengan segala keluh kesah kerepotannya di rumah mengerjakan tugas akuntansi manajemen, sampai ribetnya

mengurusi manajemen pabrik pakaian milik ayahnya yang sedikit mengalami mis-manajemen ceritanya!



Gw menanggapinya dengan senyum dan komentar-komentar singkat yang membangun, sampai tanpa sadar tangannya mendarat di tengah pahaku, tak sengaja menyenggol kemaluanku yang entah kenapa menegang sejak dia duduk beberapa menit yang lalu, spontan dia nyeletuk bingung (atau berlagak bingung?) : Eh, lho, kamu kok 'bangun'? Sejak kapan, hayooo...mikirin apa? Pasti yang jorok-jorok ya?, dan komentar itu semakin panjang seiring makin merahnya mukaku, gw hanya bisa menunduk malu.



Tanpa bisa kutebak dia memberikan sebuah kejutan yang sangat-sangat membuat gw surprise setengah mati jantungan Emmm, mau 'dibantuin' ngga?



Penjelasan : Gadis itu adalah Dewiq, pacarku selama 1 tahun ini, dan kita udah biasa ngentot gitu pemirsa , gitu lho pembaca setia cerita sex dewasa 17 tahun ini



Wow, pikirku, hemmm, gw setengah bingung juga, bagaimana kita bisa 'gituan' di kampus? Setengah sadar bibirku mengucap, Wah, wikk...dimana?, Kita ke lantai 3 aja yuk, kan masih sepi?, setengah ragu namun dikalahkan oleh nafsu, gw menurut saja dengan sarannya. Biar nggak bikin curiga OB nya kampus yang bagian nge-pel, Dewiq pun beranjak duluan ke lantai 3 dan langsung menuju kamar mandi, lalu menguncinya dari dalam, selang 5 menit, gw menyusul naik ke lantai 3 dan setelah memastikan sama sekali tidak ada orang, gw menuju kamar mandi yang letaknya di pojok dan relatif

terhalang pembatas ruangan, gw mengetuk pintu kamar mandi yang tertutup!



Cklik, terdengar slot dibuka, lalu gw mendorong pelan pintu itu sedikit, menyelinap, lalu cepat-cepat menutupnya seraya menghela nafas panjang karena deg-deg'an sekaligus capek merasakan terjalnya tangga ruangan IV. Dewiq tersenyum sambil langsung menarik pinggangku mendekat, sehingga bibirku yang setengah terbuka langsung dilumat nya. Buku-buku ku hampir jatuh, segera kutaruh di tepi bak kamar mandi dengan setengah terburu-buru, dan langsung tanganku ter-alih membuka kancing kemeja Dewiq, dan menyelipkan tanagnku ke sela-sela bra-putih nya.



Bunyi kecipak ciuman seolah bergema, menyadarkan kami yg larut dalam ciuman untuk mengurangi volume suara yang akan membuat orang 'penasaran' saat mendengarnya itu. Gw yang sangat tak sabar mencumbu Dewiq dengan ganas, leher dan telinganya tak luput dari sasaran jilatan lidahku, yang membuatnya mendesah manja. Dilepasnya kacamatanya dan ditaruh di dalam tasnya yang tergantung di pintu, lalu tangannya beraksi dengan lihai melepas kancing celana, memelorotkan celana panjang kainku, dan menyelipkan tangannya untuk meraih, menarik, dan meng-urut batang kemaluanku yang menegang dan puncaknya berubah kemerahan karena terangsang.



Gw juga melakukan hal yang sama dengan menarik celana panjang jeans ketat nya sebatas paha, berikut celana dalam putih berendanya yang sexy, lalu meraba kemaluannya dengan gemas, karena bulu-bulunya tampak selesai dicukur, sehingga belahan pinknya sangat menggoda. Jari telunjuk dan manis tangan kananku mengarah ke bibir kemaluannya dan menariknya ke samping kiri dan kanan, sementara jari tengahku memainkan klitorisnya yang mungil dan mulai menegang. OOuucchh... Rintih Dewiq di telinggw sambil matanya berkerjap-kerjap merasakan nikmat yang menjalari tubuhnya.

Ssshhh...Ahhh, balasku merasakan nikmatnya kocokan tanagn Dewiq yang dibasahi sedikit air. Sambil terus meremas dada mungilnya yang mulus, adegan slaing meraba itu berlangsung selama beberapa menit.



Anga...,bisiknya sambil mendorong tubuhku perlahan menjauh, gw mengerti apa yang dimauinya. Gw membantunya melepas celana jeans dan celana dalamnya, menggantungnya di dekat tas. Dewiq lalu duduk di tepian bak kamar mandi, satu kakinya diangkat ke atas kloset duduk, tangannya ke belakang menyangga tubuhnya, dan setengah meliuk menggoda dengan tatapan penuh birahinya, dia menyorongkan vaginanya ke depan, sambil tangannya meraih dadanya sediri, memilin putingnya, dan meremas payudaranya dengan gerakan memutar ke atas.



Gw langsung melepas celanaku, menaruhnya, lalu segera berjongkok di depan selangkangan Dewiq, lalu menjilati belahan vaginanya yang terbuka lebar, menjejalkan hidungku, menghirup aroma wangi khas vaginanya yang selalu harum karena dia rajin membasuhnya dengan ramuan jawa dan meminum jamu-jamu yang selalu membuat kondisi vaginanya fresh.



Sshhh...Ahhh... desahnya sambil meremas rambutku. Kuselipkan dua jemariku, kuputar dan kutusukkan perlahan dalam-dalam, lalu kutarik dengan cepat, untuk kembali kuhunjamkan ke dalam sambil menjilati ujung klitorisnya...Dewiq semakin menggelinjang ke-enak-an, bibirnya digigit, dan mulai meracau.



Didorongnya pundakku tiba-tiba, dan keluar kata singkat dari bibirnya yang berpulas lipstik pink tipis menggoda : Duduk di kloset gih..., senyumnya tersimpul...Gw segera bangkit, menutup kloset, dan duduk di atasnya, mengangkangkan kaki, sehingga batang kemaluanku mendongak seolah menantang, dengan testis terkerut karena terangsang. Dewiq tak berlama-lama, langsung berlutut bertumpu pada kedua telapak atas kakiku yang masih bersepatu, memandangku sebentar dengan gemas. Kuelus rambut sebahunya, kuremas gemas, lalu kudorong perlahan ke arahku. Seolah menngerti, dikerjapkannya dengan jenaka kedua bola matanya, bibirnya menyungkup menyambut kepala penisku yang sudah demikian merona merah...cup...dikecupnya, lalu dijulurkannya lidahnya tepat pada lubang bagian atas, ditariknya garis ke bawah lewat jalur pada kepala penis, batang bawah, terus ke bawah, dan di lahapnya sebelah bola testisku, dikulum, dipijat digigit kecil, dan diputarnya kembali lidahnya ke atas, membuatku menggelinjang tertahan. Sungguh sensasi yang sangat luar

biasa...



Aksi nekat kami masih berlangsung sampai saat terdengar suara langkah mendekat yang membuat desah nafas kami sama-sama tertahan sesaat... Sssttt..., instruksiku singkat agar Dewiq menghentikan aktifitasnya. Kami sama-sama diam sampai akhirnya suara langkah yang sempat mendekat itu beranjak terdengar menjauh. Kami saling memandang dengan sedikit rasa tegang dan deg-deg'an yang masih tersisa dalam hati...Tapi kemudian berubah menjadi senyum merona pada wajah kami masing-masing



Batang kemaluanku yang sempat melemas kembali digenggam oleh Dewiq, sambil kembali dia dengan gemas mengecup dan mengulum penisku, dengan sesekali membuat gerakan deep throat yang membuat nafasku tertahan,seolah akan mencapai klimaks saja.

Angaaa...eemmmhhh...masukin sekarang aja ya? Pintanya manja. Akupun segera berdiri dan membimbing kedua lengannya untuk bangkit. Gw berdiri membelakanginya, sementara dia membalikkan diri untuk berpegang pada tepian bak kamar mandi, mengambil posisi menungging sambil berdiri. Gw segera mengelus pantatnya yang mulus & menggairahkan itu, mencari sela-sela di antara rambut kemaluannya yang tipis, daging bertumpuk kemerahan itu tampak menggoda dengan sedikit lelehan bening yang mengalir basah.

Gw mengarahkan batang penisku ke belahan merekah itu dengan tangan kiri, sementara tangan kananku terlingkar lewat paha kanan Dewiq, membuat huruf V terbalik dari arah depan, membuka bibir kemaluannya agar mempermudah penetrasi. Kugesekkan kepala penisku perlahan untuk merasakan sensasi hangatnya cairan miliknya, dan setelah licin, gw mulai mendorong kepala penisku ke dalam mulut vaginanya yang mulai melebar, terus semakin dalam, setelah masuk sepertiganya gw berhenti.



Kedua belah tanganku meraih payudaranya dari belakang, merabanya, memberi pijatan kecil pada putingnya yang menegang, meremasnya, sementara Dewiq membalikkan lehernya ke arah mukaku. Gw menggapai bibirnya yang terbuka,mengulumnya,memainkan lidahku di dalam mulutnya yang mengeluarkan rintihan-rintihan pelan, sambil menggerakkan pantatku dengan gerakan mendorong ke depan, membuat penisku semakin tertanam dalam hangatnya dua belah daging lembut lembap yang seolah merangkul dan menghisapnya dalam sebuah lobang hitam.



Emmmhhkkk...Ahk... Suara Dewiq tertahan sesaat gw menancapkan penisku dengan gerakan tusukan mendalam, bibirnya masih menempel dan mendesah, mengeluarkan aroma nafas hangatnya yang mulai memburu. Dewiq menggoyangkan pantatnya dengan gerakan memutar, sementara gw memaju-mundurkan penisku dengan sedikit memiringkan pantatku, menciptakan sensasi luar biasa bagi kami

berdua...Aaahhh...Eehhk...Ouch...angaa..., seru nya perlahan sambil terus menggoyangkan pantatnya. Peluh menetes di lehernya yang kujilati, dan cairan dari kemaluannya membuat sensasi suara bergesekan yang terdengar merdu di telinganya!

Cpak...cpak...Sllliurrppp..., membuatku semakin bersemangat meremas payudara Dewiq yang saat ini demikian keras. Masukin yang dalem dooo...ngg..., pintanya. Gw menurutinya dengan memperlahan gerakanku dengan tetap mempertahankan ritme, irama, dan tusukan yang semakin intensif, agresif dan dalam.



Ingin gw memandang wajah Dewiq lebih leluasa saat bercinta, gw mencabut kemaluanku, membalikkan badan Dewiq dengan segera, mendudukkannya di tepian bak kamar mandi, membimbing kedua kakinya melingkari pantatku, dan kembali gw menusukkan penisku. Gw memluk punggungnya, menahan tubuhnya agar tak terjatuh ke belakang, sambil terus menggoyangkan pantatku, menggauli Dewiq

yang terengah-engah sambil memejamkan matanya sambil menciumi bibir dan mulutku dengan penuh gairah.Anga...cepetin donk, please, gw mau nyampai nih..., serunya di antara desahan nafas yang memburu dan lenguhannya yang menggairahkan. Gw menciumi bibirnya sambil mempercepat gerakanku, menahan agar teriakan orgasmenya tak terdengar dari luar kamar mandi.

Anga, sekarang ya...sekarang...!, gw memberi beberapa tusukan mendalam sambil menggoyang pantatku memutar,Sleppp...sleppp..., dan disambut gelora dahsyat hentakan tubuh Dewiq yang terhempas pada dada dan perutku.



Aaahhkk...Anga...Ooucchhhkgg..Ermmmhhh, tangannya menggapai testisku dan meremasnya, membuat gerakan ku semakin mendalam di dalam hangatnya vagina Dewiq yang mengeluarkan lelehan lendir bening keputihan yang membasahi seluruh batang penis dan testisku. Dewiq melemas, namun masih memeluk dan menciumiku...Ah, curang, kamu belum nyampai ya? tanyanya. Iya nih, sahutku sambil tersenyum...Kamu memang perkasa ya, pujinya. Ah, bisa aja kamu, gw lalu mencabut penisku, dan tampak lelehan dari vaginanya menetes ke lantai kamar mandi, dan sebagian mengalir di paha mulusnya. Ayo sini gw keluarin kamu, katanya singkat, dan gw dibimbingnya duduk di kloset, dia membelakangiku, duduk di atas pangkuanku dengan mengangkangkan

kakinya lebar-lebar, sambil tangan kirinya membimbing penisku kembali membelah vaginanya yang basah...



Aaahhhsss......Enak banget wiq, seruku di telinganya saat dia mulai menaik-turunkan pantatnya, memompa sumur spermgw untuk segera muncrat ke atas, ke dalam vagina hangatnya...Dewiq mengerang bergairah saat kubantu menghempaskan pantatnya dalam-dalam, sehingga gw bisa merasakan bahwa seluruh kedalaman vaginanya telah kujelajahi, tekstur vaginanya yang rapat

terasa mentok pada satu permukaan yang kuyakini sebagai mulut rahim, terasa licin, padat, keras, menghantam permukaan kepala penisku berkali-kali.



Ahhh, wiqqqq, sini balik badan, instruksiku, yang langsung disambut gerakan cepat Dewiq mencabut penisku, memutar badannya menghadapku, untuk kemudian kembali menaiki pelana pangkuanku. Tanpa dibantu kedua tangannya, Dia menduduki penisku dengan cepat, sehingga langsung melesak ke dalam vaginanya dengan cepat dan penuh sensasi. Gw menaik turunkan pantat kenyalnya berkali-

kali sampai pada satu titik, gw merasa akan orgasme. Kukulum puting dadanya yang menegang merah, kuhisap, dan seiring gw mencapai klimaksku, kucium bibirnya dengan ganas, sambil mengerang dalam belitan lidah Dewiq yang terampil.



Aaaahhkk...wiqq...Ouuuchh...Emmmhh..kk..., pahagw menegang sesaat, pantatku terhunjam dalam, batang kemaluanku hilang tertelan vaginanya yang merekah merah, spermgw muncrat deras ke dalam vaginanya yang disambut lenguhan panjang Dewiq yang ternyata meraih orgasmenya untuk kali yang kedua...Ahhhh, Anga..., Tubuhnya memompa beberapa kali sampai penisku melemah...

Lelehan spermgw dan cairan vaginanya meluber keluar membasahi paha, selangkangan, dan kemaluan kami...Dewiq menciumiku dengan lembut...Kamu hebat banget sih, sayang, senyumnya...Gw hanya menjawab pujiannya dengan senyuman...



Setelah membasuh diri bergantian, saat akan keluar dari pintu, tiba-tiba penisku menegang kembali entah apa sebabnya.wiqq...gw masih..., Dewiq langsung menjamah batang penisku dari luar celana yang telah kukenakan. Tanpa berkata lebih lanjut, secara cepat dia membuka resleting dan mengeluarkan batang penisku, Dasar, kok nggak dari tadi sih, serunya gemas. Gw hanya nyengir. Selanjutnya Ia langsung berjongkok dan melakukan blow job,Kamu ngga'capek?, tanyaku, dia hanya menggelengkan kepala, sambil terus menghisap batang kemaluanku dari pangkal ke ujung dengan rapat dan cepat, tangannya meremas testisku dengan lembut, dan tangan satunya mengocok batang penis sampai lehernya dengan cepat...Ahhh,wiq, gw keluar sekarang... Crrrttt...crrrttt...Mulut Dewiq terasa semakin liat dan hangat dengan tumpahan spermgw dalam mulutnya, dibalurkannya ke seluruh batang kemaluanku untuk kemudian dihisapnya dengan keras sampai lepas, ditelannya cairan semen itu mentah-mentah...

Gw selalu terpesona dengan aksinya menelan cairan kelelakian tanpa ada rasa canggung itu. Selesai mengelap mulutnya, dia mencium bibirku, membuatku merasakan sendiri rasa sisa cairan semenku, memberi sensasi ciuman luar biasa ini! Dan kamipun berciuman hangat di kedua pipi dan kening, sebelum perlahan setengah mengendap-endap, Dewiq terlebih dahulu keluar dari kamar mandi menuju ruang kuliah, dan setelah gw kembali membasuh diri, gw segera menyusulnya ke ruang kelas dan duduk di sebelahnya. Beberapa anak yang telah datang di kelas melihat ke arah kami dan menguraikan senyum sapaan seperti biasa kepada kami berdua, maklum, di kampus kami sudah terkenal berpacarana2 Di sela-sela mata kuliah yang diajarkan siang itu, Dewiq membisikkan sebuah kata di telinggw :



Anga...I love you so muachh you so hot today



membuatku tersenyum dan semangat, walau jujur, siang itu panas sekali tapi gimana ya ngentot dengan pacar dikampus beda banget rasanya! begitu nikmatnya petualangan ngentot cewek di kampus! Mau coba? Gw ga tanggung resiko kalau kalian ketahuan berbuat mesum di kampus lho! Bisa bisa kalian di skor!hahahaha

By : Rhy Rie Kepupu

Cerita Sex (17)++>> BerCinta Dg Dosen B.inggris

ini terjadi saat aku waktu masih kuliah. Cerita Sexyang coba ingin aku bagi kepada kawan-kawan semua adalah pengalamancerita dewasa dan cerita sex ku dengan dosen kuliahku. Ia mengajar mata kuliah bahasa inggris. Sejalan dengan waktu, kini aku bisa kuliah di universitas keinginanku. Namaku Jack, sekarang aku tinggal di Yogyakarta dengan fasilitas yang sangat baik sekali. Kupikir aku cukup beruntung bisa bekerja sambil kuliah sehingga aku mempunyai penghasilan tinggi.
Berawal dari reuni SMA-ku di Jakarta. Setelah itu aku bertemu dengan dosen bahasa inggrisku, kami ngobrol dengan akrabnya. Ternyata Ibu Shinta masih segar bugar dan amat menggairahkan. Penampilannya amat menakjubkan, memakai rok mini yang ketat, kaos top tank sehingga lekuk tubuhnya nampak begitu jelas. Jelas saja dia masih muda sebab sewaktu aku SMA dulu dia adalah guru termuda yang mengajar di sekolah kami. Sekolahku itu cuma terdiri dari dua kelas, kebanyakan siswanya adalah wanita. Cukup lama aku ngobrol dengan Ibu Shinta, kami rupanya tidak sadar waktu berjalan dengan cepat sehingga para undangan harus pulang. Lalu kami pun berjalan munuju ke pintu gerbang sambil menyusuri ruang kelas tempatku belajar waktu SMA dulu.
Tiba-tiba Ibu Shinta teringat bahwa tasnya tertinggal di dalam kelas sehinga kami terpaksa kembali ke kelas. Waktu itu kira-kira hampir jam dua belas malam, tinggal kami berdua. Lampu-lampu di tengah lapangan saja yang tersisa. Sesampainya di kelas, Ibu Shinta pun mengambil tasnya kemudian aku teringat akan masa lalu bagaimana rasanya di kelas bersama dengan teman-teman. Lamunanku buyar ketika Ibu Shinta memanggilku.

“Kenapa Jack”
“Ah.. tidak apa-apa”, jawabku. (sebetulnya suasana hening dan amat merinding itu membuat hasratku bergejolak apalagi ada Ibu Shinta di sampingku, membuat jantungku selalu berdebar-debar).
“Ayo Jack kita pulang, nanti Ibu kehabisan angkutan”, kata Ibu Shinta.
“Sebaiknya Ibu saya antar saja dengan mobil saya”, jawabku dengan ragu-ragu.
“Terima kasih Jack”.
Tanpa sengaja aku mengutarakan isi hatiku kepada Ibu Shinta bahwa aku suka kepadanya, “Oh my God what i’m doing”, dalam hatiku. Ternyata keadaan berkata lain, Ibu Shinta terdiam saja dan langsung keluar dari ruang kelas. Aku panik dan berusaha minta maaf. Ibu Shinta ternyata sudah cerai dengan suaminya yang bule itu, katanya suaminya pulang ke negaranya. Aku tertegun dengan pernyataan Ibu Shinta. Kami berhenti sejenak di depan kantornya lalu Ibu Shinta mengeluarkan kunci dan masuk ke kantornya, kupikir untuk apa masuk ke dalam kantornya malam-malam begini. Aku semakin penasaran lalu masuk dan bermaksud mengajaknya pulang tapi Ibu Shinta menolak. Aku merasa tidak enak lalu menunggunya, kurangkul pundak Ibu Shinta, dengan cepat Ibu Shinta hendak menolak tetapi ada kejadian yang tak terduga, Ibu Shinta menciumku dan aku pun membalasnya.
Ohh.., alangkah senangnya aku ini, lalu dengan cepat aku menciumnya dengan segala kegairahanku yang terpendam. Ternyata Ibu Shinta tak mau kalah, ia menciumku dengan hasrat yang sangat besar mengharapkan kehangatan dari seorang pria. Dengan sengaja aku menyusuri dadanya yang besar, Ibu Shinta terengah sehingga ciuman kami bertambah panas kemudian terjadi pergumulan yang sangat seru. Ibu Shinta memainkan tangannya ke arah batang kemaluanku sehingga aku sangat terangsang. Lalu aku meminta Ibu Shinta membuka bajunya, satu persatu kancing bajunya dibukanya dengan lembut, kutatap dengan penuh hasrat. Ternyata dugaanku salah, dadanya yang kusangka kecil ternyata amat besar dan indah, BH-nya berwarna hitam berenda yang modelnya amat seksi.
Karena tidak sabar maka kucium lehernya dan kini Ibu Shinta setengah telanjang, aku tidak mau langsung menelanjanginya, sehingga perlahan-lahan kunikmati keindahan tubuhnya. Aku pun membuka baju sehingga badanku yang tegap dan atletis membangkitkan gairah Ibu Shinta, “Jack kukira Ibu mau bercinta denganmu sekarang.., Jack, tutup pintunya dulu dong”, bisiknya dengan suara agak bergetar, mungkin menahan birahinya yang juga mulai naik
Tanpa disuruh dua kali, secepat kilat aku segera menutup pintu depan. Tentu agar keadaan aman dan terkendali. Setelah itu aku kembali ke Ibu Shinta. Kini aku jongkok di depannya. Menyibak rok mininya dan merenggangkan kedua kakinya. Wuih, betapa mulus kedua pahanya. Pangkalnya tampak menggunduk dibungkus celana dalam warna hitam yang amat minim. Sambil mencium pahanya tanganku menelusup di pangkal pahanya, meremas-remas liang senggamanya dan klitorisnya yang juga besar. Lidahku makin naik ke atas. Ibu Shinta menggelinjang kegelian sambil mendesah halus. Akhirnya jilatanku sampai di pangkal pahanya.

“Mau apa kau sshh… sshh”, tanyanya lirih sambil memegangi kapalaku erat-erat.
“Ooo… oh.. oh..”, desis Ibu Shinta keenakan ketika lidahku mulai bermain-main di gundukan liang kenikmatannya. Tampak dia keenakan meski masih dibatasi celana dalam.
Serangan pun kutingkatkan. Celananya kulepaskan. Sekarang perangkat rahasia miliknya berada di depan mataku. Kemerahan dengan klitoris yang besar sesuai dengan dugaanku. Di sekelilingnya ditumbuhi rambut yang tidak begitu lebat. Lidahku kemudian bermain di bibir kemaluannya. Pelan-pelan mulai masuk ke dalam dengan gerakan-gerakan melingkar yang membuat Ibu Shinta makin keenakan, sampai harus mengangkat-angkat pinggulnya. “Aahh… Kau pintar sekali. Belajar dari mana hh…”
Tanpa sungkan-sungkan Ibu Shinta mencium bibirku. Lalu tangannya menyentuh celanaku yang menonjol akibat batang kemaluanku yang ereksi maksimal, meremas-remasnya beberapa saat. Betapa lembut ciumannya, meski masih polos. Aku segera menjulurkan lidahku, memainkan di rongga mulutnya. Lidahnya kubelit sampai dia seperti hendak tersendak. Semula Ibu Shinta seperti akan memberontak dan melepaskan diri, tapi tak kubiarkan. Mulutku seperti melekat di mulutnya. “Uh kamu pengalaman sekali ya. Sama siapa? Pacarmu?”, tanyanya diantara kecipak ciuman yang membara dan mulai liar. Aku tak menjawab. Tanganku mulai mempermainkan kedua payudaranya yang tampak menggairahkan itu. Biar tidak merepotkanku, BH-nya kulepas. Kini dia telanjang dada. Tak puas, segera kupelorotkan rok mininya. Nah kini dia telanjang bulat. Betapa bagus tubuhnya. Padat, kencang dan putih mulus.
“Nggak adil. Kamu juga harus telanjang..” Ibu Shinta pun melucuti kaos, celanaku, dan terakhir celana dalamku. Batang kemaluanku yang tegak penuh segera diremas-remasnya. Tanpa dikomando kami rebah di atas ranjang, berguling-guling, saling menindih. Aku menunduk ke selangkangannya, mencari pangkal kenikmatan miliknya. Tanpa ampun lagi mulut dan lidahku menyerang daerah itu dengan liar. Ibu Shinta mulai mengeluarkan jeritan-jeritan tertahan menahan nikmat. Hampir lima menit kami menikmati permainan itu. Selanjutnya aku merangkak naik. Menyorongkan batang kemaluanku ke mulutnya.
“Gantian dong..” Tanpa menunggu jawabannya segera kumasukkan batang kemaluanku ke mulutnya yang mungil. Semula agak kesulitan, tetapi lama-lama dia bisa menyesuaikan diri sehingga tak lama batang kemaluanku masuk ke rongga mulutnya. “Justru di situ nikmatnya.., Selama ini sama suami main seksnya gimana?”, tanyaku sambil menciumi payudaranya. Ibu Shinta tak menjawab. Dia malah mencium bibirku dengan penuh gairah. Tanganku pun secara bergantian memainkan kedua payudaranya yang kenyal dan selangkangannya yang mulai basah. Aku tahu, perempuan itu sudah kepengin disetubuhi. Namun aku sengaja membiarkan dia menjadi penasaran sendiri.
Tetapi lama-lama aku tidak tahan juga, batang kemaluanku pun sudah ingin segera menggenjot liang kenikmatannya. Pelan-pelan aku mengarahkan barangku yang kaku dan keras itu ke arah selangkangannya. Ketika mulai menembus liang kenikmatannya, kurasakan tubuh Ibu Shinta agak gemetar. “Ohh…”, desahnya ketika sedikit demi sedikit batang kemaluanku masuk ke liang kenikmatannya. Setelah seluruh barangku masuk, aku segera bergoyang naik turun di atas tubuhnya. Aku makin terangsang oleh jeritan-jeritan kecil, lenguhan serta kedua payudaranya yang ikut bergoyang-goyang.
Tiga menit setelah kugenjot, Ibu Shinta menjepitkan kedua kakinya ke pinggangku. Pinggulnya dinaikkan. Tampaknya dia akan orgasme. Genjotan batang kemaluanku kutingkatkan. “Ooo… ahh… hmm… ssshh…”, desahnya dengan tubuh menggelinjang menahan kenikmatan puncak yang diperolehnya. Kubiarkan dia menikmati orgasmenya beberapa saat. Kuciumi pipi, dahi, dan seluruh wajahnya yang berkeringat. “Sekarang Ibu Shinta berbalik. Menungging di atas meja.., sekarang kita main dong di atas meja ok!” Aku mengatur badannya dan Ibu Shinta menurut. Dia kini bertumpu pada siku dan kakinya. “Gaya apa lagi ini?”, tanyanya.

Setelah siap aku pun mulai menggenjot dan menggoyang tubuhnya dari belakang. Ibu Shinta kembali menjerit dan mendesah merasakan kenikmatan yang tiada taranya, yang mungkin selama ini belum pernah dia dapatkan dari suaminya. Setelah dia orgasme sampai dua kali, kami istirahat.
“Capek?”, tanyaku. “Kamu ini aneh-aneh saja. Sampai mau remuk tulang-tulangku”.
“Tapi kan nikmat Bu..”, jawabku sambil kembali meremas payudaranya yang menggemaskan.
“Ya deh kalau capek. Tapi tolong sekali lagi, aku pengin masuk agar spermaku keluar. Nih sudah nggak tahan lagi batang kemaluanku. Sekarang Ibu Shinta yang di atas”, kataku sambil mengatur posisinya.
Aku terletang dan dia menduduki pinggangku. Tangannya kubimbing agar memegang batang kemaluanku masuk ke selangkangannya. Setelah masuk tubuhnya kunaik-turunkan seirama genjotanku dari bawah. Ibu Shinta tersentak-sentak mengikuti irama goyanganku yang makin lama kian cepat. Payudaranya yang ikut bergoyang-goyang menambah gairah nafsuku. Apalagi diiringi dengan lenguhan dan jeritannya saat menjelang orgasme. Ketika dia mencapai orgasme aku belum apa-apa. Posisinya segera kuubah ke gaya konvensional. Ibu Shinta kurebahkan dan aku menembaknya dari atas. Mendekati klimaks aku meningkatkan frekuensi dan kecepatan genjotan batang kemaluanku. “Oh Ibu Shinta.., aku mau keluar nih ahh..” Tak lama kemudian spermaku muncrat di dalam liang kenikmatannya. Ibu Shinta kemudian menyusul mencapai klimaks. Kami berpelukan erat. Kurasakan liang kenikmatannya begitu hangat menjepit batang kemaluanku. Lima menit lebih kami dalam posisi rileks seperti itu.

Kami berpelukan, berciuman, dan saling meremas lagi. Seperti tak puas-puas merasakan kenikmatan beruntun yang baru saja kami rasakan. Setelah itu kami bangun di pagi hari, kami pergi mencari sarapan dan bercakap-cakap kembali. Ibu Shinta harus pergi mengajar hari itu dan sorenya baru bisa kujemput.
Sore telah tiba, Ibu Shinta kujemput dengan mobilku. Kita makan di mall dan kami pun beranjak pulang menuju tempat parkir. Di tempat parkir itulah kami beraksi kembali, aku mulai menciumi lehernya. Ibu Shinta mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan tanganku pun mulai meremas kedua buah dadanya. Nafas Ibu Shinta makin terengah, dan tanganku pun masuk di antara kedua pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang. “Uuuhh.., mmmhh..”, Ibu Shinta menggelinjang, tapi gairahku sudah sampai ke ubun-ubun dan aku pun membuka dengan paksa baju dan rok mininya.
Aaahh..! Ibu Shinta dengan posisi yang menantang di jok belakang dengan memakai BH merah dan CD merah. Aku segera mencium puting susunya yang besar dan masih terbungkus dengan BH-nya yang seksi, berganti-ganti kiri dan kanan. Tangan Ibu Shinta mengelus bagian belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku makin tidak sabar. Aku menarik lepas celana dalamnya, dan nampaklah bukit kemaluannya. Akupun segera membenamkan kepalaku ke tengah ke dua pahanya. “Ehhh…, mmmhh..”. Tangan Ibu Shinta meremas jok mobilku dan pinggulnya bergetar ketika bibir kemaluannya kucumbui. Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan menjilatinya dengan perlahan.
“Ooohh.., aduuuhh..”. Ibu Shinta mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya yang masih begitu rapat. Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai membuka. Sesekali lidahku membelai klitorisnya yang membuat tubuh Ibu Shinta terlonjak dan nafas Ibu Shinta seakan tersendak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas kedua bukit dadanya. Putingnya membesar dan mengeras. Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Ibu Shinta tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Ibu Shinta. “Mmmhh…, mmmhh.., ooohhm..”. Ketika Ibu Shinta membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku, kini iapun mulai menyedot. Tanganku bergantian meremas dadanya dan membelai kemaluannya. “Oouuuh Ibu Shinta.., enaaaak.., teruuuss…”, erangku.

Ibu Shinta terus mengisap batang kemaluanku sambil tangannya mengusap liang kenikmatannya yang juga telah banjir karena terangsang menyaksikan batang kemaluanku yang begitu besar dan perkasa baginya. Hampir 20 menit dia menghisap batang kemaluanku dan tak lama terasa sekali sesuatu di dalamnya ingin meloncat ke luar. “Ibu Shinta.., ooohh.., enaaak.., teruuus”, teriakku. Dia mengerti kalau aku mau keluar, maka dia memperkuat hisapannya dan sambil menekan liang kenikmatannya, aku lihat dia mengejang dan matanya terpejam, lalu.., “Creet.., suuurr.., ssuuur..”
“Oughh.., Jack.., nikmat..”, erangnya tertahan karena mulutnya tersumpal oleh batang kemaluanku. Dan karena hisapannya terlalu kuat akhirnya aku juga tidak kuat menahan ledakan dan sambil kutahan kepalanya, kusemburkan maniku ke dalam mulutnya, “Crooot.., croott.., crooot..”, banyak sekali maniku yang tumpah di dalam mulutnya.

“Aaahkk.., ooough”, ujarku puas. Aku masih belum merasa lemas dan masih mampu lagi, akupun naik ke atas tubuh Ibu Shinta dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Ibu Shinta dan aroma kemaluan Ibu Shinta di mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit. Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Ibu Shinta, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Ibu Shinta menekan pantatku dari belakang. “Ohm, masuk.., augh.., masukin”
Perlahan kemaluanku mulai menyeruak masuk ke liang kemaluannya dan Ibu Shinta semakin mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku terasa tertahan oleh sesuatu yang kenyal. Dengan satu hentakan, tembuslah halangan itu. Ibu Shinta memekik kecil. Aku menekan lebih dalam lagi dan mulutnya mulai menceracau, “Aduhhh.., ssshh.., iya.., terus.., mmmhh.., aduhhh.., enak.., Jack”
Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Ibu Shinta, lalu membalikkan kedua tubuh kami sehingga Ibu Shinta sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak kemaluanku menancap hingga pangkal di kemaluannya. Tanpa perlu diajari, Ibu Shinta segera menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku bergantian meremas dan menggosok payudaranya, klitoris dan pinggulnya, dan kamipun berlomba mencapai puncak.
Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Ibu Shinta makin menggila dan iapun membungkukkan tubuhnya dengan bibir kami saling melumat. Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya berhenti menyentak. Terasa cairan hangat membalur seluruh batang kemaluanku. Setelah tubuh Ibu Shinta melemas, aku mendorongnya hingga telentang, dan sambil menindihnya, aku mengejar puncak orgasmeku sendiri. Ketika aku mencapai klimaks, Ibu Shinta tentu merasakan siraman air maniku di liang kenikmatannya, dan iapun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang kedua. Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.
ini terjadi saat aku waktu masih kuliah. Cerita Sexyang coba ingin aku bagi kepada kawan-kawan semua adalah pengalamancerita dewasa dan cerita sex ku dengan dosen kuliahku. Ia mengajar mata kuliah bahasa inggris. Sejalan dengan waktu, kini aku bisa kuliah di universitas keinginanku. Namaku Jack, sekarang aku tinggal di Yogyakarta dengan fasilitas yang sangat baik sekali. Kupikir aku cukup beruntung bisa bekerja sambil kuliah sehingga aku mempunyai penghasilan tinggi.
Berawal dari reuni SMA-ku di Jakarta. Setelah itu aku bertemu dengan dosen bahasa inggrisku, kami ngobrol dengan akrabnya. Ternyata Ibu Shinta masih segar bugar dan amat menggairahkan. Penampilannya amat menakjubkan, memakai rok mini yang ketat, kaos top tank sehingga lekuk tubuhnya nampak begitu jelas. Jelas saja dia masih muda sebab sewaktu aku SMA dulu dia adalah guru termuda yang mengajar di sekolah kami. Sekolahku itu cuma terdiri dari dua kelas, kebanyakan siswanya adalah wanita. Cukup lama aku ngobrol dengan Ibu Shinta, kami rupanya tidak sadar waktu berjalan dengan cepat sehingga para undangan harus pulang. Lalu kami pun berjalan munuju ke pintu gerbang sambil menyusuri ruang kelas tempatku belajar waktu SMA dulu.
Tiba-tiba Ibu Shinta teringat bahwa tasnya tertinggal di dalam kelas sehinga kami terpaksa kembali ke kelas. Waktu itu kira-kira hampir jam dua belas malam, tinggal kami berdua. Lampu-lampu di tengah lapangan saja yang tersisa. Sesampainya di kelas, Ibu Shinta pun mengambil tasnya kemudian aku teringat akan masa lalu bagaimana rasanya di kelas bersama dengan teman-teman. Lamunanku buyar ketika Ibu Shinta memanggilku.

“Kenapa Jack”
“Ah.. tidak apa-apa”, jawabku. (sebetulnya suasana hening dan amat merinding itu membuat hasratku bergejolak apalagi ada Ibu Shinta di sampingku, membuat jantungku selalu berdebar-debar).
“Ayo Jack kita pulang, nanti Ibu kehabisan angkutan”, kata Ibu Shinta.
“Sebaiknya Ibu saya antar saja dengan mobil saya”, jawabku dengan ragu-ragu.
“Terima kasih Jack”.
Tanpa sengaja aku mengutarakan isi hatiku kepada Ibu Shinta bahwa aku suka kepadanya, “Oh my God what i’m doing”, dalam hatiku. Ternyata keadaan berkata lain, Ibu Shinta terdiam saja dan langsung keluar dari ruang kelas. Aku panik dan berusaha minta maaf. Ibu Shinta ternyata sudah cerai dengan suaminya yang bule itu, katanya suaminya pulang ke negaranya. Aku tertegun dengan pernyataan Ibu Shinta. Kami berhenti sejenak di depan kantornya lalu Ibu Shinta mengeluarkan kunci dan masuk ke kantornya, kupikir untuk apa masuk ke dalam kantornya malam-malam begini. Aku semakin penasaran lalu masuk dan bermaksud mengajaknya pulang tapi Ibu Shinta menolak. Aku merasa tidak enak lalu menunggunya, kurangkul pundak Ibu Shinta, dengan cepat Ibu Shinta hendak menolak tetapi ada kejadian yang tak terduga, Ibu Shinta menciumku dan aku pun membalasnya.
Ohh.., alangkah senangnya aku ini, lalu dengan cepat aku menciumnya dengan segala kegairahanku yang terpendam. Ternyata Ibu Shinta tak mau kalah, ia menciumku dengan hasrat yang sangat besar mengharapkan kehangatan dari seorang pria. Dengan sengaja aku menyusuri dadanya yang besar, Ibu Shinta terengah sehingga ciuman kami bertambah panas kemudian terjadi pergumulan yang sangat seru. Ibu Shinta memainkan tangannya ke arah batang kemaluanku sehingga aku sangat terangsang. Lalu aku meminta Ibu Shinta membuka bajunya, satu persatu kancing bajunya dibukanya dengan lembut, kutatap dengan penuh hasrat. Ternyata dugaanku salah, dadanya yang kusangka kecil ternyata amat besar dan indah, BH-nya berwarna hitam berenda yang modelnya amat seksi.
Karena tidak sabar maka kucium lehernya dan kini Ibu Shinta setengah telanjang, aku tidak mau langsung menelanjanginya, sehingga perlahan-lahan kunikmati keindahan tubuhnya. Aku pun membuka baju sehingga badanku yang tegap dan atletis membangkitkan gairah Ibu Shinta, “Jack kukira Ibu mau bercinta denganmu sekarang.., Jack, tutup pintunya dulu dong”, bisiknya dengan suara agak bergetar, mungkin menahan birahinya yang juga mulai naik
Tanpa disuruh dua kali, secepat kilat aku segera menutup pintu depan. Tentu agar keadaan aman dan terkendali. Setelah itu aku kembali ke Ibu Shinta. Kini aku jongkok di depannya. Menyibak rok mininya dan merenggangkan kedua kakinya. Wuih, betapa mulus kedua pahanya. Pangkalnya tampak menggunduk dibungkus celana dalam warna hitam yang amat minim. Sambil mencium pahanya tanganku menelusup di pangkal pahanya, meremas-remas liang senggamanya dan klitorisnya yang juga besar. Lidahku makin naik ke atas. Ibu Shinta menggelinjang kegelian sambil mendesah halus. Akhirnya jilatanku sampai di pangkal pahanya.

“Mau apa kau sshh… sshh”, tanyanya lirih sambil memegangi kapalaku erat-erat.
“Ooo… oh.. oh..”, desis Ibu Shinta keenakan ketika lidahku mulai bermain-main di gundukan liang kenikmatannya. Tampak dia keenakan meski masih dibatasi celana dalam.
Serangan pun kutingkatkan. Celananya kulepaskan. Sekarang perangkat rahasia miliknya berada di depan mataku. Kemerahan dengan klitoris yang besar sesuai dengan dugaanku. Di sekelilingnya ditumbuhi rambut yang tidak begitu lebat. Lidahku kemudian bermain di bibir kemaluannya. Pelan-pelan mulai masuk ke dalam dengan gerakan-gerakan melingkar yang membuat Ibu Shinta makin keenakan, sampai harus mengangkat-angkat pinggulnya. “Aahh… Kau pintar sekali. Belajar dari mana hh…”
Tanpa sungkan-sungkan Ibu Shinta mencium bibirku. Lalu tangannya menyentuh celanaku yang menonjol akibat batang kemaluanku yang ereksi maksimal, meremas-remasnya beberapa saat. Betapa lembut ciumannya, meski masih polos. Aku segera menjulurkan lidahku, memainkan di rongga mulutnya. Lidahnya kubelit sampai dia seperti hendak tersendak. Semula Ibu Shinta seperti akan memberontak dan melepaskan diri, tapi tak kubiarkan. Mulutku seperti melekat di mulutnya. “Uh kamu pengalaman sekali ya. Sama siapa? Pacarmu?”, tanyanya diantara kecipak ciuman yang membara dan mulai liar. Aku tak menjawab. Tanganku mulai mempermainkan kedua payudaranya yang tampak menggairahkan itu. Biar tidak merepotkanku, BH-nya kulepas. Kini dia telanjang dada. Tak puas, segera kupelorotkan rok mininya. Nah kini dia telanjang bulat. Betapa bagus tubuhnya. Padat, kencang dan putih mulus.
“Nggak adil. Kamu juga harus telanjang..” Ibu Shinta pun melucuti kaos, celanaku, dan terakhir celana dalamku. Batang kemaluanku yang tegak penuh segera diremas-remasnya. Tanpa dikomando kami rebah di atas ranjang, berguling-guling, saling menindih. Aku menunduk ke selangkangannya, mencari pangkal kenikmatan miliknya. Tanpa ampun lagi mulut dan lidahku menyerang daerah itu dengan liar. Ibu Shinta mulai mengeluarkan jeritan-jeritan tertahan menahan nikmat. Hampir lima menit kami menikmati permainan itu. Selanjutnya aku merangkak naik. Menyorongkan batang kemaluanku ke mulutnya.
“Gantian dong..” Tanpa menunggu jawabannya segera kumasukkan batang kemaluanku ke mulutnya yang mungil. Semula agak kesulitan, tetapi lama-lama dia bisa menyesuaikan diri sehingga tak lama batang kemaluanku masuk ke rongga mulutnya. “Justru di situ nikmatnya.., Selama ini sama suami main seksnya gimana?”, tanyaku sambil menciumi payudaranya. Ibu Shinta tak menjawab. Dia malah mencium bibirku dengan penuh gairah. Tanganku pun secara bergantian memainkan kedua payudaranya yang kenyal dan selangkangannya yang mulai basah. Aku tahu, perempuan itu sudah kepengin disetubuhi. Namun aku sengaja membiarkan dia menjadi penasaran sendiri.
Tetapi lama-lama aku tidak tahan juga, batang kemaluanku pun sudah ingin segera menggenjot liang kenikmatannya. Pelan-pelan aku mengarahkan barangku yang kaku dan keras itu ke arah selangkangannya. Ketika mulai menembus liang kenikmatannya, kurasakan tubuh Ibu Shinta agak gemetar. “Ohh…”, desahnya ketika sedikit demi sedikit batang kemaluanku masuk ke liang kenikmatannya. Setelah seluruh barangku masuk, aku segera bergoyang naik turun di atas tubuhnya. Aku makin terangsang oleh jeritan-jeritan kecil, lenguhan serta kedua payudaranya yang ikut bergoyang-goyang.
Tiga menit setelah kugenjot, Ibu Shinta menjepitkan kedua kakinya ke pinggangku. Pinggulnya dinaikkan. Tampaknya dia akan orgasme. Genjotan batang kemaluanku kutingkatkan. “Ooo… ahh… hmm… ssshh…”, desahnya dengan tubuh menggelinjang menahan kenikmatan puncak yang diperolehnya. Kubiarkan dia menikmati orgasmenya beberapa saat. Kuciumi pipi, dahi, dan seluruh wajahnya yang berkeringat. “Sekarang Ibu Shinta berbalik. Menungging di atas meja.., sekarang kita main dong di atas meja ok!” Aku mengatur badannya dan Ibu Shinta menurut. Dia kini bertumpu pada siku dan kakinya. “Gaya apa lagi ini?”, tanyanya.

Setelah siap aku pun mulai menggenjot dan menggoyang tubuhnya dari belakang. Ibu Shinta kembali menjerit dan mendesah merasakan kenikmatan yang tiada taranya, yang mungkin selama ini belum pernah dia dapatkan dari suaminya. Setelah dia orgasme sampai dua kali, kami istirahat.
“Capek?”, tanyaku. “Kamu ini aneh-aneh saja. Sampai mau remuk tulang-tulangku”.
“Tapi kan nikmat Bu..”, jawabku sambil kembali meremas payudaranya yang menggemaskan.
“Ya deh kalau capek. Tapi tolong sekali lagi, aku pengin masuk agar spermaku keluar. Nih sudah nggak tahan lagi batang kemaluanku. Sekarang Ibu Shinta yang di atas”, kataku sambil mengatur posisinya.
Aku terletang dan dia menduduki pinggangku. Tangannya kubimbing agar memegang batang kemaluanku masuk ke selangkangannya. Setelah masuk tubuhnya kunaik-turunkan seirama genjotanku dari bawah. Ibu Shinta tersentak-sentak mengikuti irama goyanganku yang makin lama kian cepat. Payudaranya yang ikut bergoyang-goyang menambah gairah nafsuku. Apalagi diiringi dengan lenguhan dan jeritannya saat menjelang orgasme. Ketika dia mencapai orgasme aku belum apa-apa. Posisinya segera kuubah ke gaya konvensional. Ibu Shinta kurebahkan dan aku menembaknya dari atas. Mendekati klimaks aku meningkatkan frekuensi dan kecepatan genjotan batang kemaluanku. “Oh Ibu Shinta.., aku mau keluar nih ahh..” Tak lama kemudian spermaku muncrat di dalam liang kenikmatannya. Ibu Shinta kemudian menyusul mencapai klimaks. Kami berpelukan erat. Kurasakan liang kenikmatannya begitu hangat menjepit batang kemaluanku. Lima menit lebih kami dalam posisi rileks seperti itu.

Kami berpelukan, berciuman, dan saling meremas lagi. Seperti tak puas-puas merasakan kenikmatan beruntun yang baru saja kami rasakan. Setelah itu kami bangun di pagi hari, kami pergi mencari sarapan dan bercakap-cakap kembali. Ibu Shinta harus pergi mengajar hari itu dan sorenya baru bisa kujemput.
Sore telah tiba, Ibu Shinta kujemput dengan mobilku. Kita makan di mall dan kami pun beranjak pulang menuju tempat parkir. Di tempat parkir itulah kami beraksi kembali, aku mulai menciumi lehernya. Ibu Shinta mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan tanganku pun mulai meremas kedua buah dadanya. Nafas Ibu Shinta makin terengah, dan tanganku pun masuk di antara kedua pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang. “Uuuhh.., mmmhh..”, Ibu Shinta menggelinjang, tapi gairahku sudah sampai ke ubun-ubun dan aku pun membuka dengan paksa baju dan rok mininya.
Aaahh..! Ibu Shinta dengan posisi yang menantang di jok belakang dengan memakai BH merah dan CD merah. Aku segera mencium puting susunya yang besar dan masih terbungkus dengan BH-nya yang seksi, berganti-ganti kiri dan kanan. Tangan Ibu Shinta mengelus bagian belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku makin tidak sabar. Aku menarik lepas celana dalamnya, dan nampaklah bukit kemaluannya. Akupun segera membenamkan kepalaku ke tengah ke dua pahanya. “Ehhh…, mmmhh..”. Tangan Ibu Shinta meremas jok mobilku dan pinggulnya bergetar ketika bibir kemaluannya kucumbui. Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan menjilatinya dengan perlahan.
“Ooohh.., aduuuhh..”. Ibu Shinta mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya yang masih begitu rapat. Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai membuka. Sesekali lidahku membelai klitorisnya yang membuat tubuh Ibu Shinta terlonjak dan nafas Ibu Shinta seakan tersendak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas kedua bukit dadanya. Putingnya membesar dan mengeras. Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Ibu Shinta tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Ibu Shinta. “Mmmhh…, mmmhh.., ooohhm..”. Ketika Ibu Shinta membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku, kini iapun mulai menyedot. Tanganku bergantian meremas dadanya dan membelai kemaluannya. “Oouuuh Ibu Shinta.., enaaaak.., teruuuss…”, erangku.

Ibu Shinta terus mengisap batang kemaluanku sambil tangannya mengusap liang kenikmatannya yang juga telah banjir karena terangsang menyaksikan batang kemaluanku yang begitu besar dan perkasa baginya. Hampir 20 menit dia menghisap batang kemaluanku dan tak lama terasa sekali sesuatu di dalamnya ingin meloncat ke luar. “Ibu Shinta.., ooohh.., enaaak.., teruuus”, teriakku. Dia mengerti kalau aku mau keluar, maka dia memperkuat hisapannya dan sambil menekan liang kenikmatannya, aku lihat dia mengejang dan matanya terpejam, lalu.., “Creet.., suuurr.., ssuuur..”
“Oughh.., Jack.., nikmat..”, erangnya tertahan karena mulutnya tersumpal oleh batang kemaluanku. Dan karena hisapannya terlalu kuat akhirnya aku juga tidak kuat menahan ledakan dan sambil kutahan kepalanya, kusemburkan maniku ke dalam mulutnya, “Crooot.., croott.., crooot..”, banyak sekali maniku yang tumpah di dalam mulutnya.

“Aaahkk.., ooough”, ujarku puas. Aku masih belum merasa lemas dan masih mampu lagi, akupun naik ke atas tubuh Ibu Shinta dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Ibu Shinta dan aroma kemaluan Ibu Shinta di mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit. Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Ibu Shinta, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Ibu Shinta menekan pantatku dari belakang. “Ohm, masuk.., augh.., masukin”
Perlahan kemaluanku mulai menyeruak masuk ke liang kemaluannya dan Ibu Shinta semakin mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku terasa tertahan oleh sesuatu yang kenyal. Dengan satu hentakan, tembuslah halangan itu. Ibu Shinta memekik kecil. Aku menekan lebih dalam lagi dan mulutnya mulai menceracau, “Aduhhh.., ssshh.., iya.., terus.., mmmhh.., aduhhh.., enak.., Jack”
Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Ibu Shinta, lalu membalikkan kedua tubuh kami sehingga Ibu Shinta sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak kemaluanku menancap hingga pangkal di kemaluannya. Tanpa perlu diajari, Ibu Shinta segera menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku bergantian meremas dan menggosok payudaranya, klitoris dan pinggulnya, dan kamipun berlomba mencapai puncak.
Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Ibu Shinta makin menggila dan iapun membungkukkan tubuhnya dengan bibir kami saling melumat. Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya berhenti menyentak. Terasa cairan hangat membalur seluruh batang kemaluanku. Setelah tubuh Ibu Shinta melemas, aku mendorongnya hingga telentang, dan sambil menindihnya, aku mengejar puncak orgasmeku sendiri. Ketika aku mencapai klimaks, Ibu Shinta tentu merasakan siraman air maniku di liang kenikmatannya, dan iapun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang kedua. Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.

By : Rhy Rie kepupu